Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Terkulai, PLN Hadapi Krisis

Kompas.com - 04/06/2014, 11:53 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Minimnya sentimen positif masih membayangi laju nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Di kurs tengah Bank Indonesia kemarin (3/6/2014), rupiah ada di level Rp 11.806 per dollar Amerika Serikat (AS), melemah dari sehari sebelumnya yang ada di level Rp 11.740 per dollar AS.

Loyonya nilai mata uang Garuda itu, telah mengganggu kinerja keuangan perusahaan yang memiliki nilai utang yang besar dalam mata uang dollar AS. Yang sedang terkena imbasnya ialah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Produsen setrum milik negara ini harus mengorbankan sejumlah proyek penting infrastruktur kelistrikan. Pembangunan transmisi dan penyambungan baru untuk rumah tangga besar dan kecil, misalnya, terpaksa dihentikan dulu oleh PLN untuk membiayai utang.

"Kami tak lagi membangun jaringan kabel baru, trafo baru dan meteran listrik," kata Murtaqi Syamsuddin, Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PLN, kepada KONTAN, Selasa (3/6/2014).

Dia bilang, kebutuhan meteran listrik tahun ini mencapai 3,5 juta hingga 4 juta unit. Namun, pada triwulan pertama baru terpasang sebanyak 1,2 juta unit. "Kami menahan spending dana capex untuk menjaga likuiditas. Dana ini untuk mengembalikan utang dan bunga," ucap Murtaqi.

Murtaqi mengakui, likuiditas PLN sedang bermasalah akibat rupiah melemah. Maklum, penerimaan PLN dalam rupiah. Sedangkan utang PLN dalam dollar AS. Tahun ini, PLN harus membayar pokok utang dan bunga totalnya sebesar Rp 51 triliun.

Negara turun tangan

PLN harus memiliki dana lebih untuk jaga likuiditas dan rasio utangnya tetap terjaga dengan baik dan agar tetap bisa melayani sambungan baru. Kini PLN meminta meminta kepada Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan untuk menambahkan dana subsidi tahun 2014.

Tahun ini komitmen dana subsidi listrik Rp 115 triliun. Tapi yang diberikan pemerintah baru Rp 107 triliun. PLN kini sedang meminta tambahan dana subsidi sebesar Rp 8 triliun. "Solusinya adalah mengalokasikan dana subsidi bagi PLN di RAPBN Perubahan 2014 sebesar Rp 8 triliun," harap Murtaqi.

Dana itu akan digunakan oleh PLN untuk menarik pinjaman dari lembaga keuangan dan investor demi mengongkosi ekspansi bisnisnya.

Pengamat Kelistrikan dari ReforMiner Institute, Komaidi menilai, sebagai perusahaan negara, setiap tahun PLN diberikan subsidi dan margin keuntungan dari pemerintah. Seharusnya margin keuntungan bisa menopang kelanjutan bisnis PLN. "Masalahnya, bagaimana jika margin yang didapat tidak cukup bagi PLN, karena harus menanggung utang yang besar? Solusinya, negara harus turun tangan," kata Komaidi.

Sulit bagi PLN memperpanjang komitmen dengan pihak ketiga yang memberikan pinjaman. Pasalnya, pihak kreditor akan cenderung berpikir ulang memberi pinjaman lebih besar kepada PLN. "Sejak saat ini PLN harus berbenah dengan melakukan efisiensi di sektor pembangkit listrik agar bisa menjaga keuangannya," tutur Komaidi. (Asep Munazat Zatnika, Umar Idris)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com