Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Renegosiasi Freeport, Pemerintah Jangan Terjebak

Kompas.com - 11/06/2014, 15:27 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan menyayangkan sikap pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia. Pemerintah dianggap terjebak pada pembahasan perpanjangan kontrak.

"Renegosiasi seharusnya bukan hanya perpanjangan kontrak, tapi menagih hak-hak pemerintah karena Freeport melanggar peraturan di Indonesia. Di PP Nomor 45 Tahun 2003 tertuang royalti minimum penjualan bahan mineral emas 3,75 persen per kilogram. Freeport sampai sekarang cuma membayar 1 persen," kata Gunawan dalam diskusi "Renegosiasi Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dan Pilpres 2014," Rabu (11/6/2014).

Gunawan meyakini kerugian negara karena Freeport tidak mematuhi royalti sejak tahun 2003 silam ditaksir mencapai 256 juta dollar AS. Sementara itu, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan potensi kerugian mencapai 169 juta per tahun saat kontrak karya Freeport masih berpatokan pada skema lama.

"KPK berdasar pada sistem perjanjian perdata di Indonesia mengamanatkan kerja sama internasional tidak boleh melangkahi undang-undang nasional. Pemerintah seharusnya berani menentang Freeport yang cuma membayar royalti emas 1 persen," ujar Gunawan.

Pemerintah pun seharusnya memperhatikan kelayakan Freeport membayar royalti emas yang hanya mencapai 1 persen. Seharusnya, kata Gunawan, pemerintah dapat meminta besaran sesuai ukuran maksimal.

"Harusnya kita tidak terjebak di angka minimal 3,75 persen. Freeport juga pura-pura ke kita. Saat pertama tandatangan kontrak karya dulu hanya menemukan tembaga. Makanya kotanya diberi nama Tembagapura, bukan Emaspua. Itu mungkin hanya untuk menutupi kepura-puraan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com