Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati menuturkan, Bank Indoensia harus mengantisipasi segala sesuatu yang terjadi sebagai dampak hasil quick count. “Antisipasi itu dalam arti jika tiba-tiba nilai tukar melorot atau apresiasi berlebihan, BI ini jangan gampang panik. Jangan terlalu responsif dalam jangka pendek,” kata Enny kepada Kompas.com, dihubungi Kamis (10/9/2014).
Menurut Enny, dinamika politik memang sangat berpengaruh terhadap perkonomian. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah dinamika politik tersebut juga sangat rentan berubah. Dia mencontohkan, penguatan rupiah dan indeks saham setelah pencapresan Joko Widodo, hanya bertahan tiga hari.
Enny berharap, untuk pilpres kali ini semua pihak khususnya regulator bersikap tidak terlalu responsif. “Kalau (dengan hasil ini) langsung BI rate naik, itu kan enggak lucu. Bank Indonesia itu kan bisa merespon dengan, satu BI rate dan, dua mengintervensi pasar dengan cadangan devisa. Jadi, jangan terlalu responsif,” ujarnya.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melonjak ke posisi tertinggi dalam tujuh pekan pada awal perdagangan, Kamis (10/7/2014) pagi, setelah sebagian besar hitung cepat menyebutkan bahwa pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres 2014.
Rupiah melonjak 1 persen ke posisi Rp 11.518 per dollar AS pada pukul 08.17 WIB. Sejak 3 Juli 2014, rupiah menguat 3,5 persen seiring dengan spekulasi bahwa Jokowi akan menjadi pemenang pilpres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.