Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca Pilpres, Rupiah ke Rp 11.600-Rp 11.800 Per Dollar AS

Kompas.com - 14/07/2014, 08:01 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Fluktuasi nilai tukar rupiah yang terjadi sejak Juni 2014 lalu kini perlahan mulai mereda. Bahkan, setelah pemilihan presiden (pilres) pekan lalu, rupiah sempat kembali menguat ke level Rp 11.500 per dollar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, ke depan, rupiah diperkirakan akan kembali ke level yang sesuai fundamentalnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menuturkan, BI masih terus memantau pergerakan rupiah pasca pilres. Tapi, ia bilang pergerakan rupiah masih sulit diprediksi hingga pengumuman resmi hasil pilpres dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli 2014.

Pada awal pekan lalu atau dua hari menjelang pilpres, berdasarkan data kurs tengah BI rupiah ada di level Rp 11.787 per dollar AS. Rupiah terus menguat dan sempat menyentuh level Rp 11.549 per dollar AS pada Kamis (10/7/2014). Di akhir pekan lalu, rupiah kembali melemah ke level Rp 11.627 per dollar AS.

Pergerakan rupiah memang dipengaruhi berbagai faktor. Perry bilang, selain kondisi fundamental Indonesia yang belum terlalu bagus seperti tingginya defisit transaksi berjalan, pergerakan rupiah akhir-akhir ini juga dipengaruhi oleh sentimen dari kondisi politik di Indonesia menjelang pilpres. Tapi, menurut Perry, kini pergerakan rupiah masih cukup stabil sesuai dengan fundamentalnya. "Kalau masih sejalan dengan fundamentalnya dan sesuai mekanisme pasar, kami biarkan bergerak tanpa intervensi," kata Perry, akhir pekan lalu.

Dengan kondisi fundamental ekonomi yang buruk, maka tidak selayaknya rupiah bergerak terlalu kuat. Pasalnya, defisit transaksi berjalan saat ini salah satunya dipicu oleh tingginya laju impor. Sehingga, untuk mengeremnya, bisa dengan membiarkan rupiah melemah.

Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi bilang, dengan kondisi fundamental ekonomi seperti saat ini, level pergerakan rupiah yang ideal ada di kisaran Rp 11.600 per dollar AS - Rp 11.800 per dollar AS. Menurutnya, level rupiah ini cukup untuk mengurangi tekanan pada defisit transaksi berjalan.

Sementara itu, penguatan rupiah yang terjadi pekan lalu akibat euforia hasil pilpres hanya akan berlangsung sesaat. Sebab, kata Eric, hasil pilpres ini sudah masuk atau sesuai dengan prediksi pasar. Sehingga, "Hingga tanggal 22 Juli, rupiah mungkin masih fluktuatif namun pergerakannya tidak akan drastis," jelasnya.

Menurut Eric, meski pekan lalu rupiah sempat menguat ke level Rp 11.500 per dollar AS, namun ke depan rupiah akan kembali bergerak menuju fundamentalnya secara perlahan. Hingga akhir kuartal III-2014, Eric memperkirakan rupiah akan bergerak di level Rp 11.700 per dollar AS.

Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina juga bilang, penguatan rupiah pasca pilpres hanya temporer lantaran sudah sesuai dengan hitungan pasar. Ayu memperkirakan, adanya sengketa antara dua pasangan calon presiden atas hasil pilpres berpotensi membuat ketidakpastian makin besar dan bisa menyebabkan rupiah kembali berfluktuasi.

Saat ini, kata Ayu, BI masih mentolelir pelemahan rupiah untuk mendukung penyesuaian defisit transaksi berjalan. "Perkiraan kami rupiah akan ada di Rp 11.600 per dollar AS sampai akhir tahun," katanya. (Margareta Engge Kharismawati, Herlina KD)

baca juga: Jokowi Unggul di "Quick Count", Rupiah Melonjak ke Level Tertinggi 7 Pekan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com