"Kebijakan ini harusnya Presiden, ini malah Dirut Pertamina dan Kepala BPH Migas, kalo saya jadi Jokowi, saya ganti itu. Kemarin ada surat (edaran) dari ibu Karen (Dirut Pertamina), masa suratnya beda-beda ke SPBU, " ujar Natsir Mansyur di Jakarta, Rabu (6/8/2014).
Natsir menjelaskan, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui surat dari BPH Migas dan surat edaran dari Pertamina ini menimbulkan dampak yang besar, terutama bagi pengusaha. Bahkan menurut dia, pembatasan BBM bersubsidi tersebut layaknya tsunami. "Masalahnya sangat riskan, dampaknya tsunami," kata Natsir.
Meskipun mengkritik keras apa yang dilakukan BPH Migas dan Pertamina, Natsir juga memberikan pandangannya untuk mengatasi masalah ini. Menurut dia, pemerintah lebih baik membiarkan saja stok BBM bersubsidi habis. Setelah itu, harga produksi dan harga jual dari industri memakai harga yang tidak disubsidi.
"Lebih bagus politik anggarannya, satu, jangka pendek angkutan yangg dapat subsidi harus didaftarkan ke Kemenhub. Lalu kalau mau yang radikal, ini loh pokoknya duit APBN sampai September misalnya, setelah September karena tidak ada subsidi ya perhitungan biaya produksi dan lain-lain itu ya pakai harga pasar. Kalo masuk SPBU terus ada tulisan BBM subsidi habis, ya sudah mau apa," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.