Indikasinya, pada akhirnya pemerintah memberikan kelonggaran, tetapi hal itu dilakukan secara pilih-pilih. Pemerintah memberikan izin bagi pemegang Kontrak Karya agar bisa melakukan ekspor lagi setelah diberlakukannya pelarangan ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014.
“Perhitungannya apabila harga BBM tidak dinaikkan, defisit APBN 2015 mencapai sebesar Rp 257,6 triliun. Dengan adanya pelarangan ekspor bijih mineral, pemerintah menyatakan kehilangan pendapatan sebesar Rp 46 triliun pada 2014,” kata dia dalam sebuah diskusi di Kadin, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Dia menuturkan, pengusaha sangat setuju program hilirisasi asalkan pemerintah memberikan dukungan ketersediaan energi untuk pabrik smelter. Pemerintah, yang tadinya yakin pelarangan ekspor mineral mentah tidak akan berpengaruh terhadap penerimaan negara, saat ini menarik kembali ucapannya.
“Banyak (pejabat pemerintah) yang tadinya menyatakan tidak berpengaruh, sekarang mengatakan berpengaruh. Dan sekarang untuk menutupi merosotnya penerimaan negara, dipaksakan MoU diberikan ke KK,” kata Ketua Komite Tetap Mineral Kadin Indonesia itu.
“Artinya, keputusan pemerintah yang menyatakan tidak berpengaruh, sekarang dinyatakan mengganggu. Ada inkonsistensi dalam implementasi kebijakan,” lanjut dia.
Untuk itu, Apemindo akan mengusulkan kepada pemerintah baru untuk mengatur kembali tata kelola industri pertambangan mineral. Dengan demikian, industri ini bisa mengimbangi industri minyak dan gas bumi (migas). Hal tersebut dilatarbelakangi adanya perbedaan perlakuan dari pemerintah terhadap pemegang IUP dan KK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.