Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi BBM Makin Istimewakan Golongan Orang Kaya

Kompas.com - 21/09/2014, 10:11 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS - Subsidi, bukan barang tabu. Sayangnya, mekanisme subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dinilai tak tepat. Akibatnya, kelompok si kaya justeru memakan "kue subsidi" lebih banyak daripada si miskin.

Menurut anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur akademisi, Tumiran, konsumsi BBM sebenarnya tidak ada dikotomi kaya dan miskin, karena semua tergantung pada pilihannya masing-masing. Hanya saja, subsidi BBM di Indonesia karena mekanismenya yang salah, sehingga menjadi "previlege" bagi orang-orang kaya.

"Kalau ada yang murah ngapain (yang mahal)? Kan mubadzir," tutur Tumiran, ditemui usai diskusi akhir pekan ini.

Meski demikian, subsidi BBM tidak bisa dipangkas langsung. Rekomendasi DEN, harga BBM bersubsidi secara bertahap dinaikkan mencapai harga keekonomian, sampai masyarakat bisa "membiayai" dirinya sendiri.

Menurut dia, secara bertahap ini tidak cukup dilakukan dalam waktu setahun. Diperlukan setidaknya dua sampai tiga tahun, sembari pemerintah menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan.

"Jadi yang penting bukan bagaimana subsidinya, tapi membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih sejahtera. Maka harus ada lapangan kerja. Bagaimana membangun lapangan kerja? Harus ada dananya. Dari mana dananya kalau APBN-nya defisit?" kata dia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, secara terpisah menuturkan, permintaan BBM bersubsidi masih akan tinggi selagi harganya disubsidi.

"Ngapain beli BBM lain yang harganya mahal bagi masyarakat, orang ada BBM yang harganya murah?" kata Mirza.

Salah satu wacana yang belakangan santer terdengar soal mekanisme subsidi BBM, adalah subsidi tetap. Ternyata, Indonesia bukan tidak pernah menerapkan itu. "Fixed subsidi, apa kita pernah pakai? Pernah. Satu tahun, kalau tidak salah zamannya Bu Mega. Tapi kemudian dibatalkan dan kembali ke subsidi seperti ini," ucap dia.

Mirza menuturkan, impor BBM yang tinggi nyata-nyata menekan keseimbangan neraca ekspor-impor, menyebabkan defisit neraca berjalan. Di sisi lain, impor tinggi telah menguras banyak devisa.

"Salah satu yang membuat defisit adalah impor BBM. Itu setiap bulan sekitar 3,5 miliar dollar AS sampai 5 miliar dollar AS, atau kalau dirupiahkan sekitar Rp 37 triliun sampai Rp 42 triliun," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com