"Pak Harto memiliki konsep pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Pak SBY punya konsep pro job, pro growth, pro poor. Kenapa hasilnya lain? Kenapa semua pemerintah ingin membuat yang baik tapi hasilnya beda dari keinginan?" kata dia dalam peluncuran buku "Bridging The Gap" dan "No Easy Way" karya Wijayanto Samirin, terbitan Gramedia, Jakarta, Selasa (30/9/2014).
JK mengatakan, penyebabnya adalah cara melaksanakan kebijakan yang berbeda-beda, dan anggaran. Selain dua hal tersebut, tentu keberhasilan pemerintah juga dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di masyarakat.
Lebih lanjut dia memaparkan, pemerintah memiliki sejumlah program untuk menekan ketimpangan seperti Kredit Usaha Rakyat. "Kenapa hasilnya tidak sepadan? Pasar yang begitu liberal menyebabkan arah tidak terkontrol," ujar dia.
Akibat dari ketimpangan yang sangat nyata ini, kata JK, dapat dilihat dari ibukota Jakarta. Menurut dia, Jakarta adalah kota yang sangat kompleks di mana ada masyarakat termiskin, di sisi lain ada pula masyarakat terkaya.
"Saya terkejut melihat keadaan kita. Tiga kota dengan ketimpangan besar di dunia adalah Jakarta, Manila, dan Mumbai," lanjut JK.
Lebih lanjut dia mengatakan, ketimpangan tidak nampak besar di Yangon, Thailand, Kualalumpur, apalagi di China. Negara-negara maju, kata JK seperti Amerika Serikat tidak memiliki ketimpangan ekonomi yang tinggi, sebab ada kebijakan yang mengatur misalnya soal gaji.
"Di AS, perbedaan antara gaji terendah dan tinggi paling 10 x, kita bisa 100 x. Negara maju punya batasan gap gaji, kita tidak punya," tandas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.