Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Ekonomi Bertaruh di Tengah Ketidakpastian

Kompas.com - 15/10/2014, 18:40 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Chief Economist Bank Mandiri, Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa pelaku ekonomi di Indonesia saat ini tengah bertaruh di tengah ketidakpastian. Tidak hanya kondisi di dalam negeri, kondisi ekonomi dunia pun tengah melewati masa-masa yang tidak pasti.

Dalam penjelasan di Jakarta, Rabu (15/10/2014), Destry mengungkapkan bahwa ada beberapa indikator, baik di dalam maupun luar negeri, yang menyebabkan ketidakpastian tersebut. Di luar negeri, indikasi Bank Sentral Amerika Serikat akan meningkatkan suku bunga acuannya hanya salah satu dari berbagai faktor.

"Global economy kondisinya nggak mungkin membaik. Ketidakpastian akan semakin besar. IMF pun akhirnya melakukan revisi ke bawah dari 3,4 ke 3,3 persen (untuk pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2014). (Pertumbuhan ekonomi dunia) 2015 masih belum berubah, forecast-nya 3,8 persen. Tapi, ada beberapa hal yang menjadi concern mereka. Kondisi di Eropa, mereka sudah memperkirakan empat negara krisis di Eurozone akan mengalami masalah besar," ujar Destry.

Tantangan selanjutnya, menurut Destry, adalah harga komoditas yang stagnan. Bagi negara-negara yang menganggantungkan penghasilannya ke komoditas, hal ini akan menjadi masalah. Selain Indonesia, Destry juga menyebutkan Brazil, India, dan Venezuela akan menghadapi nasib serupa.

Tantangan ketiga adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan lebih lambat pada 2015. Pertumbuhan ekonomi negara tersebut diperkirakan hanya mencapai 6 persen. Angka ini bisa lebih rendah jika perekonomian Tiongkok mengalami hard landing.

Tiongkok merupakan negara pengimpor terbesar. Indonesia, sebagai salah satu eksportir ke Tiongkok, tutur Destry, akan terpengaruh. Keadaan di dunia internasional ini akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

"Ekonomi kita tidak mungkin dilepas dari ekonomi global. Ini akan mempengaruhi outlook," imbuhnya.

Sementara itu, keadaan di dalam negeri juga tidak lebih baik. Defisit neraca berjalan terjadi di Indonesia. Bahkan, tahun depan defisit tersebut diperkirakan masih akan terjadi. Likuiditas, serta meningkatnya ketegangan politik juga berpotensi menghambat proses pemulihan ekonomi.

Namun Destry menekankan bahwa meski ketidakjelasan global tergolong tingi, namun Indonesia patut memiliki kepercayaan diri. Selama ini, daya tahan Indonesia menghadapi gejolak terbukti cukup tinggi.

"Sebenarnya, dengan pengalaman kita selama ini, kita punya daya tahan yang solid. Dan juga daya konsumsi masyarakat yang relatif tinggi. Saya confident bahwa gejolak, apalagi di Amerika kita tidak melihat mereka drastis melakukan tightening bunga langsung tinggi, saya juga tidak melihat ke sana. Karena mereka juga sangat concern dengan ekonomi mereka. Artinya, kalau buat saya, kondisi domestik akan dominan," imbuhnya.

Karena itu, untuk meminimalisir kegamangan di dalam negeri, salah satu hal yang penting dilakukan adalah mengurangi defisit APBN, dan defisit neraca berjalan Indonesia. Menurut hemat Destry, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com