"Regulasi yang keblinger ini sepatutnya tidak diulang lagi oleh pemerintahan Jokowi-JK karena, sekali lagi, bahwa regulasi yang mengabaikan hati nurani dan mengabaikan hak petani tebu untuk eksis di dalam perniagaan gula nasional, itu bukan saja menghancurkan masa depan industri gula, lebih dari itu, itu akan mencabut martabat dan derajat kita agar bisa mandiri dan berketahanan pangan," ujarnya.
Ismed merujuk pada Kebijakan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, yang meloloskan hampir empat juta ton lebih gula rafinasi masuk menguasai pasar gula nasional. Ismed pun tidak setuju bila masuknya gula rafinasi disebut sebagai "rembesan" karena jumlahnya yang sudah terlalu besar.
"Omong kosong kalau dikatakan bahwa itu hanya sekedar rembesan. Itu bukan rembesan. Itu sudah merupakan take over, merupakan penggantian peran gula tebu petani nasional menjadi gula rafinasi yang diimpor oleh kartel dan pemburu rente," ujarnya.
Karena itu, Ismed menekankan pada Presiden dan Wakil Presiden Baru agar sesegera mungkin setelah pelantikan melakukan moratorium kepada gula rafinasi. Menurutnya, mereka tidak butuh waktu lama untuk melakukan moratorium tersebut.
"Gula rafinasi itu harus diberikan ijin untuk impor kembali jika gula rafinasi yang ada pasar dari Sabang sampai Merauke itu tidak ada lagi di pasar tradisional. Karena faktanya sekarang ini gula tebu tidak bisa beredar di pasar tradisional karena apa, semua dikuasai oleh gula rafinasi," katanya.
baca juga: Gula Menumpuk di Gudang, Dirut RNI Tuding Gita Wirjawan Jadi Penyebab
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.