Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investor Tunggu Dua kebijakan Presiden Jokowi

Kompas.com - 23/10/2014, 10:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - 
Ekonom senior Bank Standard Chartered Fauzi Ichsan menyatakan,  pelaku pasar menantikan dua kebijakan Presiden Joko Widodo.  Pertama, menaikkan harga BBM bersubsidi untuk memperbaiki ruang fiskal. Kedua, mengkaji ulang regulasi larangan ekspor mineral mentah agar menurunkan defisit neraca transaksi berjalan.

"Jika harga BBM dinaikkan, diperkirakan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin, menjadi delapan persen, dari 7,5 persen saat ini, untuk meredam inflasi," katanya  di Jakarta, Rabu (22/10/2014).

"Penghematan dari naikkan BBM itu bisa dialokasikan ke belanja infrastruktur yang sangat dinanti investor," tambah dia.

Sementara terkait pengkajian ulang larangan ekspor konsentrat,  Fauzi menuturkan,  kebijakan tersebut telah membuat defisit neraca transaksi berjalan semakin melebar. Pada kuartal II 2014, defisit transaksi berjalan mencapai 4,27 persen dari Produk Domestik Bruto.

Menurut dia, setelah larangan ekspor bahan mentah itu diberlakukan pada awal 2014, telah terjadi penurunan ekspor enam miliar dollar AS.

Fauzi mengatakan, jika kebijakan itu "dilunakkan", ditambah pengurangan subsidi energi, maka defisit neraca transaksi berjalan yang saat ini mencapai 25 miliar dollar AS dapat turun menjadi 15 miliar dollar AS, pada semester II 2015.

"Itu memang pil pahit, tapi memang dampaknya akan mulai terasa pada semester II 2015," ujarnya.

Mengenai sisi fiskal, Fauzi meyakini, jika Jokowi menaikkan harga BBM dengan rentang Rp 3000, penghematan anggarannya dapat dialokasikan ke belanja modal untuk sektor produktif di 2015.

Fauzi menjelaskan, kebijakan soal subsidi BBM dan larangan ekspor, --yang akan diantisipasi dengan kebijakan suku bunga--, sangat penting untuk memelihara kepercayaan pasar, terutama menghadapi normalisasi ekonomi Amerika Serikat.

Kebijakan normalisasi sudah dimulai dengan penghentian stimulus yang digelontorkan AS. Selanjutnya, pada kuartal II 2015, Bank Sentral AS, The Fed, diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan, dari 0,25 persen hingga 1 persen, sehingga ada potensi pembalikkan arus modal dari Indonesia.

Dua kebijakan Jokowi yang diharapkan pasar itu, diharapkan dapat memelihara kepercayaan investor, sehingga pembalikkan modal tidak terlalu besar. Selain itu, dampaknya adalah stabilitas ekonomi yang kuat karena secara fundamental, ekonomi Indonesia semakin baik dengan perbaikan ruang fiskal dan neraca transaksi berjalan,

Fauzi memperkirakan, dengan kenaikan BBM, dan pengetatan likuiditas oleh BI, pertumbuhan ekonomi memang akan melambat pada semester I 2015, atau hanya mencapai lima persen. Namun, dampak positif kebijakan Jokowi tersebut akan terasa di semester II 2015.

"Pertumbuhan ekonomi akan mulai ekspansif di semester II," ujarnya.

Amunisi BI

Selain itu, Fauzi memperkirakan, dengan kenaikkan BBM pada 2014, --yang dinilai mampu mereformasi struktural--, kepercayaan investor akan terus meningkat terhadap kondisi pasar di Indonesia. Alhasil, pasar surat utang, obligasi, dan saham akan terus atraktif.

Dengan begitu, nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat, di level Rp 11.700. Jika skenario tersebut terjadi, kata Fauzi, BI memiliki amunisi untuk tidak menaikkan BI Rate pada 2014. BI cukup menaikkan BI rate pada saat The Fed menaikkan suku bunga acuannya, untuk menjaga dana asing.

"Jadi sebenarnya BI punya amunisi untuk naikkan 100 basis poin, satu untuk BBM naik, satu lagi saat Fed Fund Rate naik," ujarnya.

"Tapi jika rupiah menguat, BI pada 2014 tidak perlu naikkan BI Rate, cukup 2015 saja," tambahnya.

baca juga: Singapura Investor Terbesar bagi Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com