Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kampung Kain Cirebon yang Memproduksi Tenun Palembang

Kompas.com - 30/10/2014, 11:06 WIB
Kontributor KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis


KOMPAS.com
- Bagi anda yang tinggal, atau sering bertamasya ke Palembang, tentu tahu dengan kain seperti tajung, blongket, ataupun blongsong. Namun siapa sangka, tiga jenis kain songket khas Palembang itu, juga diproduksi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Bagaimana cerita sebuah desa di Cirebon, justru memproduksi kain tenun khas daerah yang jaraknya ribuan kilometer?

Kurun waktu 1950 hingga 1980-an, terdapat sebuah desa yang terkenal, sebagai sentra pembuat sarung khas Cirebon. Kala itu kerap terdengar bunyi Kotrek – kotrek – kotrek, suara yang keluar dari alat tenun itu di rumah-rumah Desa Karang Sari, dan beberapa desa sekitarnya. 

Karena bunyi itulah, lambat laun alat untuk membuat kain tenun itu disebut kotrekan. Dalam bahasa Cirebon alat itu disebut gedogan, atau di Palembang disebut dayan.

Tahun 1980-an,  perusahaan rotan menjamur,  suara kotrekan perlahan digantikan “cetokan” yang dihasilkan dari mesin alat pemaku rotan karena banyak perajin kain yang berpindah menjadi perajin rotan.

Namun, tidak semua perajin kain tergiur untuk terjun jadi perajin rotan. Mereka tetap melestarikan peninggalan pembuatan kain sarung, meski harus merantau ke Palembang, untuk mempelajari kain tenun. Salah satunya adalah H. Madinah.

Ia bersama istri, dan beberapa anaknya pergi, dan lambat laun membuka usaha kain tenun di Palembang. Ternyata, usaha yang dijalani semakin besar, dan memerlukan pekerja yang cukup banyak. Madinah ingat kampung halaman, dan mencoba memodifikasi yang semula perajin kain sarung, diubah memproduksi kain tenun.

“Jadi, karena permintaan semakin tinggi, ke dua orang tua kami, mengajarkan produksi kain tenun di sini (di Cirebon). Alatnya dibuat di sini, dan seluruh bahan bakunya pun dikirim dari sana. Sejak saat itu, kami produksi kain tenun di sini,” kata Suci anak keempat Madinah.

Suci menerangkan, proses peralihan tersebut berlangsung sekitar tahun 2000-an. Meski di rumah produksi miliknya itu hanya terlihat sekitar sembilan orang, enam hingga tujuh pekerja lagi, mengerjakan produksi tenun di rumah masing-masing.

Dari hasil karya pekerjanya, Suci dapat menyuplai kain tenun yang dibuat di Cirebon untuk Palembang sebanyak sekitar dua puluh kodi per bulan. Dari Palembang, kain tenun itu, baru disebar ke beberapa daerah langganan, seperti Sumatera, Jambi, Riau, dan Cianjur-Jawa Barat.

Suci menjual membanderol harga kain per potong sekitar Rp 100.000 untuk bahan katun, dan Rp 450.000 untuk bahan sutra. Dari perhitungan Kompas.com, dengan komposisi 50 persen katun dan 50 persen sutra, total omzet Suci bisa menembus Rp 100 juta-an per bulan.

 “Alhamdulilah, hasil penjualannya cukup membayar belasan karyawan, modal produksi berikutnya, dan dapat menabung untuk masa depan,” kata Suci yang enggan menyebutkan pendapatannya.

Kini dengan kembali menggeliatnya bisnis kain di wilayah tersebut, suara khas dari alat tenun kotrekan pun kembali akrab di desa tersebut. Kotrek-kotrek-kotrek...


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com