Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi: 5 Tahun Lagi Nelayan Tak Bergantung pada Subsidi

Kompas.com - 31/10/2014, 15:42 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menuturkan, targetnya dalam lima tahun mendatang adalah membuat nelayan tak lagi bergantung pada subsidi pemerintah.

My target in 5 year is government doesn't need to subsidy this industry,” kata Susi dalam konferensi pers, Jumat (31/10/2014).

Lebih lanjut Susi menjelaskan, bukan berarti menghilangkan subsidi untuk nelayan sama sekali. Namun, apa yang dia maksud adalah penerimaan yang diterima negara dari sektor perikanan dan kelautan setimpal dengan subsidi yang diberikan.

Saat ini, anggaran KKP dalam APBN disebutkannya sebesar Rp 7 triliun. Jika ditambah dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 11,5 triliun, maka totalnya sekitar Rp 18 triliun. Sayangnya, dari belasan triliun subsidi tersebut, negara cuma memperoleh penerimaan Rp 300 miliar.

“Kalau disubsidi Rp 5 triliun, penerimaan kita harus Rp 5 triliun. Kalau subsidi Rp 11 triliun, penerimaan negara harus Rp 11 triliun. That's what, our government budget should be back, should be return,” ucap mantan CEO Susi Air itu.

Dalam kesempatan itu, Susi kepada wartawan juga bercerita bahwa dirinya sempat bergurau dengan pejabat KKP soal besarnya subsidi untuk sektor kelautan dan perikanan. Dia bilang, jika subsidinya sebesar Rp 11 triliun, sebaiknya para nelayan disuruh berhenti melaut.

“Dikasihkan saja ke nelayan kecil Rp 11 triliun per tahun. Mereka akan makmur. It’s a lot of money,” imbuh Susi.

Mengusir penjarah

Sementara itu, saat ditanya perihal masih banyaknya kapal asing yang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dengan metode yang merusak lingkungan, Susi menegaskan, pemerintah akan mengusirnya. “Kalau dia tidak mau ikut aturan, ya get out. Dan, you can not fishing in our territorial. Finish,” tegas wanita yang hanya mengantongi ijazah SMP itu.

Susi menyebutkan, KTT Pembangunan Berkelanjutan yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 2002 ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia, sebanyak 80 negara. “Kalau dia mau hidup sendiri tidak mau mengindahkan traktat atau agreement yang dibuat mayoritas oleh negara di dunia ini, ya kita akan usulkan negara itu dikucilkan,” tambah Susi.

Dia menyebut akan mengusulkan kepada negara-negara berpengaruh, seperti Amerika Serikat dan Eropa, untuk memboikot negara tersebut. Menurut Susi, cara-cara penangkapan ikan yang merusak lingkungan tidak bisa lagi dibiarkan.

“Dan, I will do anything neccesary, go anywhere, untuk apply that this country should be out of business on fisheries. Because they do not want to take care of what the worlds is agreed about, yaitu sustainable development. I don’t know how I can do it, I will work and do anything necessary to accomplish that,” pungkas Susi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com