Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Apa bedanya LPG, LNG dan CNG?

Kompas.com - 01/12/2014, 10:26 WIB
advertorial

Penulis

Istilah LPG, LNG, dan CNG sudah sering kita dengar di tengah masyarakat. Apa perbedaannya?

Masyarakat cenderung menyeragamkan ketiga komoditas ini dengan istilah "gas", padahal tiga gas ini memiliki karakter berbeda yang sangat memengaruhi bagaimana pemanfaatan  masing-masing jenis.  LPG dan LNG sama-sama gas yang dicairkan untuk memudahkan pengangkutan untuk jarak yang tidak terjangkau dengan pipa. Meskipun sama-sama gas cair, komponen yang mendominasi keduanya berbeda.

Komponen LPG, atau liquefied petroleum gas, didominasi oleh Propana dan Butana. Jenis gas ini memiliki massa jenis yang lebih besar dari LNG. Dalam tabung, LPG berbentuk zat cair, namun pada suhu dan tekanan normal, LPG yang keluar dari tabung akan langsung berubah menjadi gas. Tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan gas ini cukup rendah sehingga lebih aman digunakan. Inilah yang membuat LPG lebih pas untuk konsumen rumah tangga, karena sifatnya mudah disimpan dan bisa langsung dibakar untuk dimanfaatkan, tanpa perlu infrastruktur khusus.

Saat ini LPG diproduksi di beberapa lapangan migas, yaitu salah satunya dengan mengumpulkan  minyak yang “menguap” ketika keluar dari sumur. Perlu diingat, tidak semua gas yang keluar dari sumur bisa dijadikan LPG karena tidak semua lapangan menghasilkan “uap gas” yang cukup banyak sehingga ekonomis untuk dimanfaatkan.  Produksi LPG Indonesia saat ini sekitar 1,4 juta metrik ton per tahun, sementara kebutuhan LPG nasional sekitar 5 juta metrik ton per tahun. Inilah yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor LPG.

Lalu, bagaimana dengan LNG? LNG atau liquefied natural gas merupakan gas yang didominasi oleh metana dan etana yang didinginkan hingga menjadi cair pada suhu antara -150 C sampai -200 C. Pengembangan dan pemanfaatan LNG memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks. Dari sisi hulu, pengembangan LNG tidak hanya memerlukan fasilitas produksi biasa, tetapi memerlukan kilang yang mampu mencairkan gas tersebut sampai suhu minus 150-200 C. Fasilitas pendingin dan tanki kriogenik ini membutuhkan investasi yang sangat besar.

Sementara di sisi hilir, pemanfaatan LNG memerlukan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas kembali, yang disebut dengan LNG regasification terminal.  Saat ini Indonesia baru memiliki satu fasilitas regasifikasi yaitu yang dioperasikan oleh PT Nusantara Regas di Teluk Jakarta. Selain fasilitas regasifikasi, pemanfaatan gas yang dihasilkan juga memerlukan jaringan pipa untuk sampai ke konsumen. Dengan kebutuhan akan temperatur yang sangat rendah seperti ini, jelas LNG tidak bisa diedarkan dalam bentuk tabung-tabung layaknya LPG. Tetapi memerlukan fasilitas regasifikasi sekaligus sistem transportasi yang terintegrasi ke pengguna.

Di luar LPG dan LNG, masyarakat juga mengenal istilah CNG atau compressed natural gas. CNG sebenarnya merupakan gas yang sama dengan LNG, hanya saja pada CNG, gas metana dikompresi namun tidak sampai mencair.

Produksi dan penyimpanan CNG lebih murah dibandingkan dengan LNG, hanya saja, CNG membutuhkan tempat penyimpanan lebih besar serta tekanan yang sangat tinggi, sehingga distribusinya tidak bisa untuk jarak yang terlalu jauh dari sumber gas. Saat ini CNG sudah dipakai antara lain untuk busway dan bajaj di Jakarta.

Dari uraian tersebut jelaslah, meskipun sama-sama berbentuk gas, LPG, LNG dan CNG memiliki karakter berbeda sehingga pemanfaatannya juga berbeda. Hal ini perlu dipahami mengingat sering kali terjadi kesalahpahaman terutama saat isu soal ini menghangat setiap kali ada rencana kenaikan harga LPG. Ada yang berargumen, daripada harus mengimpor LPG, mengapa Indonesia tidak mengalihkan ekspor LNG sebagai substitusi? Atau, mengapa tidak mengembangkan CNG saja?

Dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa keinginan untuk serta merta menggantikan pemakaian LPG dengan LNG dan CNG dalam jangka pendek tidak memungkinkan. Kedua,  pemanfaatan gas alam untuk pasokan energi domestik sebenarnya memiliki potensi, tetapi terkendala infrastruktur. Lapangan-lapangan gas sering kali ditemukan di wilayah yang jauh dari sentra kebutuhan gas, sehingga perlu infrastruktur untuk memproduksi LNG dan  untuk meregasifikasi dan menyalurkannya ke konsumen. Dalam beberapa kasus, produsen gas, yaitu industri hulu migas, sudah memberikan komitmen untuk memasok gas bagi transportasi, namun ini belum bisa terealisasikan karena infrastruktur tidak tersedia. Penyediaan infrastruktur ini berada di luar wewenang industri hulu migas.

Pemanfaatan gas bumi memang lebih menantang dibandingkan dengan minyak bumi. Bentuk dan sifat gas mensyarakatkan ketersediaan infrastruktur yang terintegrasi. Dengan kondisi tata ruang saat ini, membangun jaringan infrastruktur seperti ini tidak mudah. Pada akhirnya, hal ini hanya akan dapat diwujudkan dengan kerja keras dan kerja sama semua pihak. (adv)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com