Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Karya Seni, Jangan Beli dengan Kuping

Kompas.com - 02/12/2014, 18:32 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Seni rupa dan karya seni lainnya pada dasarnya bisa menjadi cara berinvestasi. Namun, hal ini sulit diterapkan di Indonesia. Menurut Vice President Wealth Management Advisory Head DII Product & Core Banking Calvin Nico Herlambang, kurangnya patokan untuk mengukur nilai dan otentisitas karya membuat seni rupa hanya menjadi komoditas untuk dinikmati pemiliknya.

"Kalau saya dari kacamata analis, kita selalu melihatnya apakah ada satu hal yang kita bisa benar-benar mengukur value dari itu. Kalau misalnya ada satu hal yang bisa kita ukur tentu menjadi hal yang bagus. Kalau dari sisi seni, cara mengukurnya itu kita belum mengukur. Itu perlu dibuat dulu infrastrukturnya, sehingga bisa menjadi ada agreement antara satu komunitas atau market untuk menghargai nilai. Kalau dari saham, obligasi, kita sudah ada ukurannya," ujar Calvin di Jakarta, Selasa (2/12/2014).

Menurut hemat Calvin, seharusnya ada sebuah komunitas yang diakui untuk mengukur karya seni tersebut. Dia menambahkan, sejauh ini belum ada komunitas yang benar-benar fokus merumuskan pengukuran, discourse, dan menghasilkan suatu kesepakatan tertentu untuk menilainya. Hal tersebut membuat karya seni, khususnya lukisan, hanya dibeli untuk dinikmati.

"Setahu saya, di industri art hanya sekitar setengah persen (0,5 persen) dari owner of art (pemilik karya seni) yang menjual kembali. Kalau mereka sudah memiliki, kemungkinan besar kita tidak tahu mereka jual lagi atau tidak. Mereka own to enjoy (memiliki karya seni untuk dinikmati)," katanya.

Hal senada disampaikan pula oleh Edwin Rahardjo, Kepala Asosiasi Galeri Senirupa Indonesia (AGSI). Menurut Edwin masih banyak hal yang perlu dibenahi sebelum menjadikan karya seni, khususnya seni rupa, sebagai investasi.

Menurut Edwin, Indonesia belum memiliki infrastruktur dan sistem yang mampu mendidik masyarakat agar bisa mengenal dan mengapresiasi seni sejak dini. Padahal, berinvestasi di seni rupa, menurut Edwin, menarik bagi orang yang memiliki ketertarikan khusus.

"Di Indonesia belum ada badan checker. Ahli seni lukis sekarang juga mereka pedagang. Selama tidak ada (badan pengecekan), sulit bank tidak mudah," ujar Edwin.

"Kesemrawutan yang membuat kita tidak bisa bekerja dengan baik," tukasnya.

Umumnya, tutur Edwin, masyarakat kelas menengah atas di Indonesia membeli karya seni dengan dorongan gengsi. Padahal, tanpa adanya pengetahuan dan pemahaman yang cukup, membeli karya seni jadi sia-sia. Apalagi, Edwin menuturkan, pemalsuan karya seni di Indonesia begitu marak.

"Jangan beli pakai kuping, pakai dompet. Jangan ikut kata orang. Tanyakan what it does to you (apa yang karya itu berikan bagi Anda). Kamu beli karena benefit lain. Kalau beli karya seni harusnya ada benefitnya, yaitu kamu menikmatinya," pungkas Edwin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Whats New
3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Whats New
Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com