Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontraktor BUMN DIlarang Garap Proyek Kecil, Swasta Bersorak

Kompas.com - 18/12/2014, 13:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berupaya membagi kue bisnis konstruksi menjadi lebih merata. Kini, perusahaan konstruksi pelat merah dilarang mengerjakan proyek dengan nilai kurang dari Rp 30 miliar.

Sebagai salah satu pemain swasta, PT Acset Indonusa Tbk menyambut baik kebijakan ini. "Ini bagus, karena pemain swasta lebih bisa berkembang," imbuh Direktur Keuangan Acset Indonusa Agustinus Hambadi kepada KONTAN belum lama ini.

Kebijakan ini akan membuat para pemain swasta akan lebih leluasa mengerjakan proyek-proyek dengan nilai kecil yang tidak hanya datang dari proyek swasta tapi juga proyek pemerintah. Dengan proyek-proyek bernilai kecil, biasanya para pemain swasta memang hanya menjadi sub kontraktor atas sebuah proyek.

Tapi, jangan salah, menjadi sub kontraktor dengan nilai proyek kecil justru lebih gurih. Meski nilai proyeknya kecil, tapi justru kontrak jenis inilah yang memiliki marjin tinggi dibanding proyek dengan nilai besar yang biasanya dicaplok oleh kontraktor pelat merah.

Setiap marjin bisnis konstruksi berbeda-beda, tergantung jenis pengerjaan proyeknya. Tapi, untuk gambaran, jika ada proyek konstruksi dengan nilai Rp 100 miliar, maka marjin kotornya bisa mencapa 20 persen hingga 25 persen.

Hal ini juga bisa dilihat dari posisi kinerja Acset sebagai pemain swasta yang nilai kontrak proyeknya tidak sebebesar kontraktor pemerintah. Hingga kuartal III-2014, emiten dengan kode saham ACST ini meraup pendapatan Rp 857,66 miliar dengan posisi laba kotor Rp 171,31 miliar. Itu artinya, marjin laba kotor perseroan mencapai 20 persen.

Lalu, bandingkan dengan salah satu pemain pelat merah, yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Pada periode yang sama, pendapatan WIKA tercatat Rp 8,6 triliun. Sementara, laba kotornya Rp 939,47 miliar. Sehingga, marjin laba kotor WIKA hanya 11 persen, lebih kecil jika dibandingkan marjin kotor ACST.

Tingginya marjin dari proyek-proyek seperti itu membuat persaingan sangat ketat. "Memang ketat, sih, tapi enggak sampai sikat-sikatan juga karena setiap perusahaan punya keunggulannya masing-masing," tambah Agustinus.

Sebagai pemain berstatus pelat merah, WIKA sendiri tidak keberatan dengan kebijakan ini. Kebetulan, WIKA tidak memiliki kontrak pengerjaan proyek dengan nilai tersebut. Melalui anak-anak usahanya, WIKA juga memiliki sejumlah kontrak proyek properti yang biasanya dikerjakan pihak swasta. Tapi, nilainya pun di atas Rp 30 miliar. (Dityasa H Forddanta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Whats New
Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Pertumbuhan Upah Lambat, 29 Persen Pekerja AS Kesulitan Memenuhi Kebutuhan

Pertumbuhan Upah Lambat, 29 Persen Pekerja AS Kesulitan Memenuhi Kebutuhan

Whats New
Strategi BNI di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga dan Inflasi

Strategi BNI di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga dan Inflasi

Whats New
BPS Perkirakan Produksi Beras Surplus, Pengamat Pangan Minta Bulog Serap Gabah Petani

BPS Perkirakan Produksi Beras Surplus, Pengamat Pangan Minta Bulog Serap Gabah Petani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com