Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Perbedaan SBY dan Jokowi Turunkan Subsidi BBM

Kompas.com - 01/01/2015, 09:56 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan satu-satunya presiden yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi setelah keputusan menaikkan harganya.

Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun pernah melakukan hal yang sama. Dari catatan Kompas.com, pada 24 Mei 2009, harga bahan bakar jenis premium bersubsidi naik menjadi Rp 6.000 dari harga Rp 4.500. Pemerintah kala itu kemudian menurunkan harga premium secara bertahap, yakni pada Desember 2009 dan Januari 2009 hingga harganya kembali Rp 4.500.

Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby, Minggu (11/3/2012) menjelaskan, penurunan harga BBM ketika itu dijadikan alat untuk meraih simpati publik. Penurunan harga itu, kata dia, diklaim Partai Demokrat sebagai keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Penurunan dua kali harga BBM ditambah program bantuan langsung tunai pada tahun 2008 dan 2009 membuat Partai Demokrat menanjak dari papan tengah di Pemilu 2004 menjadi pemenang Pemilu 2009.

Kemarin, Rabu (31/12/2014) para menteri Kabinet Kerja menyampaikan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi jenis premium, dan memberikan subsidi tetap Rp 1.000 per liter untuk jenis solar. Lantas, apa beda penurunan premium era SBY dan Jokowi?

Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, sebetulnya Jokowi tidak menurunkan harga BBM bersubsidi, karena memang sudah tidak ada subsidi. Premium tidak perlu lagi mendapatkan subsidi sebab harga minyak dunia sangat rendah.

“Waktu SBY, harga premium itu turun tapi pemerintah masih memberikan subsidi. Era Jokowi ini saya lebih melihatnya, ini diturunkan karena faktanya harga belinya sendiri lebih rendah dari harga jual. Kalau pemerintah tidak menurunkan harga premium, pemerintah malah ambil keuntungan. Kondisi objektif inilah yang membuat dia (Jokowi) harus menurunkan,” jelas Marwan, dihubungi Kompas.com, Rabu petang.

Marwan mengatakan, jika dengan menurunkan harga BBM bersubsidi Jokowi memperoleh simpati dari masyarakat, maka hal itu merupakan bonus di tengah merosotnya harga minyak dunia. “Kalau masalah citra politis, itu bonus. Tapi secara faktual dia harus menurunkan,” imbuhnya.

Marwan juga tidak melihat adanya desain pemerintah sengaja menaikkan harga BBM bersubsidi setelah pelantikan Jokowi, untuk kemudian menurunkannya lagi sebagai “kado tahun baru”. Waktu itu, pemerintah memang harus menaikkan harga BBM bersubsidi lantaran subsidinya sudah terlalu besar. Pemerintah pun memiliki sejumlah agenda pembangunan yang memerlukan keleluasaan ruang fiskal.

“Salahnya, waktu itu pemerintah tidak melihat trend bahwa harga minyak dunia akan melorot di akhir tahun. Padahal sudah ada banyak kajian dari berbagai lembaga keuangan global pada Apri;-Mei. Kalau pemerintah melihat itu, mungkin saja pemerintah tidak perlu menaikkan (pada November ),” pungkas Marwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Whats New
Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Smartpreneur
TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

Whats New
Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Whats New
J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

Whats New
Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com