Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker: Tenaga Kerja Asing Harus Bisa Bahasa Indonesia

Kompas.com - 16/01/2015, 13:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, membuat tenaga kerja asing lebih mudah masuk dan bekerja di Indonesia. Hal itu menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia, karena bisa mengurangi jatah lowongan kerja.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakiri menegaskan, semua orang asing yang ingin bekerja di Indonesia, harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan lancar. Pasalnya syarat tersebut sudah diberlakukan di beberapa negara tetangga jika ada orang Indonesia ingin bekerja di luar negeri.

"Jadi tenaga kerja asing disyaratkan bisa Bahasa Indonesia," ujar Hanif di kantor Kementerian Perindustrian, Jumat (16/1/2015).

Hanif memaparkan, syarat tersebut bukan untuk mengusir orang asing dari Indonesia. Tujuan utama Hanif membuat peraturan orang asing harus bisa berbahasa Indonesia, untuk menegaskan adanya keadilan untuk tenaga kerja di ASEAN khususnya.

"Bukan membatasi tenaga kerja asing, agar kompetisi dalam konteks MEA bisa berjalan secara adil," ungkap Hanif.

Hanif memberi contoh selama ini masyarakat Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, harus belajar bahasa mereka terlebih dahulu dan mengikuti ujian. Jika mereka gagal dalam ujian bahasa negara tersebut, tenaga kerja Indonesia tidak bisa bekerja di luar negeri yang mereka inginkan.

"Sekarang mau kirim tenaga kerja ke Jepang dipersyaratkan bisa Bahasa Jepang, ke Hongkong kita disyaratkan bahasa Kantonis, ke timur tengah juga sama," kata Hanif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com