Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Apel Berbakteri Harus Jadi Momentum untuk Uji Buah Impor

Kompas.com - 26/01/2015, 13:57 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah didesak mengambil tindakan terkait temuan apel berbakteri Listeria monocytogenes di Amerika Serikat. Temuan tersebut sekaligus diminta menjadi momentum untuk menguji produk apel impor dari semua negara, karena porsi impor apel cukup signifikan.

“Ini momentum untuk menguji kemungkinan kontaminasi bakteri pada buah impor, terutama apel yang porsi impornya sangat besar,” kata Sekjen Asosiasi Hortikultura Nasional, Ramdansyah Bakir, Senin (26/1/2015).

Menurut Ramdansyah, tren data impor apel Indonesia dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan. “Mayoritas dari China. Namun, seberapa pun kecilnya porsi dari Amerika, tetap jumlahnya signifikan,” kata dia.

Pada semester I-2014, izin impor apel dari Kementerian Perdagangan mencapai 200.483 ton atau setara 30 persen dari total impor hortikultura, atau naik signifikan dari periode yang sama tahun 2012 sebesar 90.000 ton.

Dia mengingatkan pula, pengemasan produk impor ini kerap kali dilakukan di tempat terbuka, yang memungkinkan penyebaran bakteri.

"Badan Karantina harus melakukan uji sampel buah impor, dan hasilnya diumumkan ke publik,” tegas Ramdansyah. Ini prinsip kehati-hatian. Jangan sampai sudah ada kejadian, baru lakukan tindakan.”

Dia pun menegaskan, begitu ada temuan buah terkontaminasi bakteri dari uji sampel, pelarangan harus dilakukan segera.

Sementara itu, dihubungi terpisah pada Senin pagi, importir hortikultura Hendra Juwono mengatakan apel Amerika yang didatangkan ke Indonesia tidak berasal dari perkebunan maupun pengolahan yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes.

“Yang terkontaminasi itu hanya berasal dari satu kebun dan satu pengolahan dari California, sementara yang didatangkan ke Indonesia 99 persen berasal dari Washington,” tegas Hendra.

Dia menambahkan, di California pun ada lebih dari satu perkebunan. Menurut dia, ancaman penyebaran kontaminasi pun bisa dibatasi. “Tidak berpengaruh terhadap impor Indonesia."

Berdasarkan data Hendra, impor apel asal Amerika ke Indonesia, per pekan mencapai volume sekitar 770 ton, dengan nominal sekitar 700.000 dollar AS. “Impor apel kita memang besar, dengan segmen pasar yang beda dari produk lokal, berdasarkan rasa dan penampilan.”

Seperti dikutip dari Kompas edisi Senin, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa, mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas terkait apel berbakteri asal Amerika Serikat yang bisa jadi masuk ke Indonesia.

Temuan di Amerika

Temuan apel terkontaminasi bakteri di Amerika adalah dari jenis Granny Smith dan Gala. Pusat penanggulangan dan pencegahan penyakit AS melaporkan pada 9 Januari 2015 ada 32 orang terinfeksi bakteri Listeria monocytogenes di 11 negara bagian, menyebabkan 3 orang meninggal.

Siapa pun yang demam dan nyeri otot, kadang-kadang diawali diare, setelah makan apel—berikut produk olahan komersialnya—yang dikemas agar tahan lama, disarankan mencari perawatan medis.

Roy mengaku mendapatkan informasi dari jejaring keamanan pangan di dunia, International Network of Food Safety Authorities, tentang apel mengandung bakteri itu. Informasi pertama, imbuh dia, sudah datang lebih dulu dari Kedutaan Besar AS, yang meneruskan informasi dari Kementerian Pertanian AS (USDA), pada pekan lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com