“Ini penyebabnya adalah impor nilon, bea masuk, di perdagangan itu dimasukkan dalam kode HS (Harmonised System) tekstil, sehingga dikenaik BM sangat tinggi,” ucap Susi, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR-RI, Senin (26/1/2015).
Dia pun lantas bercerita, saking kesalnya nilon dimasukkan ke dalam kode tekstil, dia pun pernah berpikiran untuk melancarkan protes. Susi bilang, waktu itu dia ingin menjahit nilon-nilon untuk jarung untuk dijadikan pakaian.
“Kok bisa impor nilon untuk jaring disamakan dengan tekstil yang untuk pakaian?” kata Susi.
Dia pun bilang, jika importir nilon dikenai bea masuk 12 persen, itu artinya nelayan di Indonesia juga membeli jaring dengan harga lebih mahal 12 persen dibanding nelayan luar.
“Saya lihat beberapa kebijakan fiskal atas barang-barang yang dibutuhkan nelayan hampir tidak disentuh (oleh pemerintah) sampai hari ini,” kata Susi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.