Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pemerintah Hapuskan PBB

Kompas.com - 03/02/2015, 12:13 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintah tengah mengkaji rencana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk bangunan non-komersial, alias rumah hunian biasa. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, PBB cukup dibayar sekali waktu pembelian tanah dan atau bangunan, atau ketika beralih kepemilikan.

"Jadi ketika orang beli tanah. (PBB) Jangan tiap tahun. Supaya menimbulkan nasionalisme. Kalau bayar tiap tahun kesannya, ini tinggal di tanah siapa?" ungkap Ferry ditemui usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (2/2/2015).

Ferry yakin penghapusan PBB atas bangunan non-komersial tidak akan banyak mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak. Menurut dia, sudah seharusnya ada perubahan pola pikir dalam mencari sumber-sumber penerimaan perpajakan.

Ferry menyebut, PBB masih bisa dikenakan pada bangunan komersial seperti rumah kontrakan, rumah kos, hotel, serta restoran, dan bangunan lain yang memiliki nilai komersial.

"Tapi kalau untuk permukiman menurut saya tidak bisa dikenakan, karena kan pajak bangunan. Menurut saya sekali saja waktu dia membangun," imbuh Ferry.

Selain untuk menimbulkan nasionalisme, Ferry menurutkan dengan dibebaskannya PBB ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membangun paradigma baru, yakni menjadikan masyarakat sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Hal ini, lanjut dia, sekaligus menjawab kerisauan bahwa PBB menjadi instrumen alamiah yang bisa menggusur masyarakat dari permukiman awal tempat dia tinggal. "Dari rumah-rumah yang relatif bagus kawasannya, karena tingginya PBB tidak sanggup bayar, pindah dia," ucap Ferry.

Lebih lanjut dia bilang, untuk mengakomodir tujuan tersebut, pihaknya akan menyurati Kementerian Keuangan. Kedua kementerian akan mendiskusikan hal tersebut, untuk merevisi payung hukum.

Sebelumnya dikabarkan, pemerintah berjanji mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. Satu contoh yang sedang dibahas serius Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah rencana penghapusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sebagai tahap awal, rencana ini berlaku bagi rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter.

"Di bawah luas itu, BPHTB akan dihapus," kata Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kamis (29/1/2015).

baca juga: Menteri Ferry: Tuhan Menciptakan Bumi Satu Kali, Kok Kita Pajaki Setiap Tahun?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com