Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuota Solar Bersubsidi Diusulkan "Tidak Dikunci"

Kompas.com - 03/02/2015, 20:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah fraksi di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan solar bersubsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan tahun 2015 tidak dikunci. Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi menuturkan, solar merupakan salah satu bahan bakar yang menggerakkan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah wajib memberikan dukungan terhadap ketersediaan solar.

"Kami usulkan volume solar lebih fleksibel, kalau demand meningkat karena pertumbuhan ekonomi naik, sektor kelautan butuh, sektor logistik butuh, ya fleksibel saja (penambahan kuota). Tapi, konsultasi dengan Komisi VII dulu," ucap Kurtubi dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (3/2/2015).

Senada, anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi PKB, Syaikhul Islam menyatakan dalam pandangan fraksinya bahwa Fraksi PKB menyetujui semua volume yang diusulkan pemerintah, yakni kuota solar bersubsidi sebesar 17,05 juta kiloliter dengan subsidi tetap Rp 1.000 per liter, serta kuota kerosin atau minyak tanah sebanyak 0,85 juta kiloliter.

"Tapi dengan catatan, kalau ada penambahan kuota, wajib hukumnya menghubungi Komisi VII DPR-RI," kata dia.

Mercy Chriesty Barends, dari Fraksi PDI-Perjuangan mengatakan, pandangan fraksi berlambang banteng ini menyepakati usulan kuota solar sebesar 17,05 juta kiloliter. Namun, di sisi lain fraksinya juga sepakat jika bahan bakar jenis tertentu, solar diberikan keleluasaan.

"Ada permintan dari sektor pertanian penambahan 10 persen (dari 17,05 juta kl). Kalau ditambah (disepakati) menjadi 18,710 juta kl. Tapi kami sepakat di angka 17,05 juta kl. Kalaupun ada tambahan kami ikut saja. Kalau ada overstock bisa digunakan, tapi harus diskusi dulu dengan Komisi VII," jelas Mercy.

Sementara itu, Inas Nasrullah Zubir, dari Fraksi Partai Hanura berharap kuota bahan bakar minyak yang masih disubsidi, bisa lebih fleksibel. Hal tersebut, mengingat kelangkaan yang terjadi pada 2014 lalu, ketika kuota BBM bersubsidi dikunci.

"Kuota ini terbuka sehingga pemerintah bisa diskusi untuk naikkan kuota kalau itu kurang. Apa yang terjadi 2014 lalu kami tidak ingin terjadi lagi, karena BBM dikunci," kata Inas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com