Oleh:
KOMPAS.com - DALAM dua dekade terakhir ini terjadi peningkatan saling ketergantungan antarnegara di dunia. Tidak hanya arus perdagangan, arus aliran modal internasional juga semakin meningkat.
Yang juga menarik, perkembangan ini disertai dengan kecenderungan negara- negara di dunia untuk membiarkan mata uangnya lebih mengambang. Hal ini tidak berarti bahwa penentuan nilai tukar diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Perkembangan ini menimbulkan beberapa pertanyaan: bagaimana sistem nilai tukar ini memengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah.
Nilai tukar bagi suatu negara merupakan suatu sinyal akan memengaruhi insentif semua kegiatan dalam perekonomian. Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing relatif terhadap rupiah, nilai rupiah juga dipengaruhi oleh dinamika faktor- faktor eksternal yang berada di luar kontrol pemerintah ataupun otoritas moneter di Indonesia. Suka tidak suka, mata uang dollar AS masih menjadi tolok ukur bagi mata uang lainnya, baik karena fungsinya sebagai alat likuid internasional maupun sebagai tempat berlabuh (safe haven) bagi investor dunia.
Faktor-faktor eksternal
Pelemahan nilai mata uang rupiah yang terjadi belakangan ini, yang sempat menyentuh kisaran Rp 13.000 per dollar AS, sebagian merupakan konsekuensi dinamika faktor-faktor eksternal. Pasar keuangan internasional diwarnai penguatan dollar AS secara global setelah berakhirnya stimulus perekonomian AS pasca krisis keuangan global 2008 (quantitative easing) oleh bank sentral AS (Federal Reserve atau The Fed) dan munculnya ekspektasi kenaikan fed fund rate. Pada saat bersamaan, pelambatan ekonomi terjadi secara merata pada negara industri utama negara kawasan Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India.
Pelambatan ekonomi mendorong harga komoditas, termasuk minyak, terus mengalami penurunan. Penurunan permintaan terhadap minyak tidak saja dari pelambatan ekonomi dunia, tetapi juga datang dari substitusi penggunaan minyak serpih (shale oil) oleh AS.
Faktor lain penyebab turunnya harga minyak adalah kombinasi antara sanksi ekonomi negara-negara barat terhadap Rusia sebagai pengekspor minyak bumi terbesar kedua di dunia akibat konflik di Ukraina dan usaha Arab Saudi melalui OPEC untuk membuat produksi minyak dari shale oil menjadi tidak ekonomis lagi dengan membuat harga minyak di bawah 60 dollar AS per barrel.
Penurunan harga minyak dan komoditas berlanjut mendorong pengalihan dana dari komoditas ke mata uang dollar AS sebagai mata uang safe haven currency. Penguatan dollar AS terjadi secara seragam terhadap hampir semua mata uang beberapa negara. Secara umum, mata uang kuat dunia (hard currency) melemah lebih besar dibandingkan dengan negara berkembang mengingat pelambatan ekonomi lebih dalam terjadi pada negara industri utama.
Perekonomian domestik
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.