"Salah sasaran. Kenapa Proton? Kenapa bukan yang lebih bagus?" kata Tohir kepada Kompas.com, Minggu (8/2/2015).
Dia mengatakan, sebagai anggota DPR, wajib hukumnya menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah. "Saya ingin menambahkan, kalau Jepang tidak mau alih teknologi, masih ada Jerman, Italia, Perancis, dan Inggris yang punya teknologi otomotif canggih. Bukan Malaysia pilihannya, Bro...," ujar politisi Partai Amanat Nasional itu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebutkan, tidak masalah jika nantinya Proton menjadi mobnas, asalkan menggandeng perusahaan BUMN dan, yang paling penting, membangun industri hulunya.
Enny menuturkan, Astra selaku prinsipal yang ada saat ini memang secara kualitas jauh lebih baik. Persoalannya, selama ini mereka tidak mau membangun industri hulu. Dia pun mengatakan menyambut baik kehadiran Proton, yang diharapkan bisa meningkatkan daya saing.
"Kenapa yang gede tidak mau bangun. Justru kalau gede istilahnya kemaki, jual mahal. Kalau Malaysia, mereka juga masih berjuang. Mereka perlu partner. Harapan kita, kerja sama dengan Malaysia bisa memprovokasi prinsipal gede, biar mereka berhitung. Kalau tidak bangun industri hulu, akan kehilangan pasar," kata Enny.
Baca juga: Studi Kelayakan Proton
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.