Peneliti INDEF, Imaduddin Abdullah mengatakan, setidaknya kata 'pinggir' bisa dimaknai dalam tiga hal, yakni wilayah pinggiran, sektor pinggiran, serta pelaku pinggiran. Soal pelaku pinggiran ini, Ima mendefinisikannya sebagai pelaku ekonomi yang selama ini terpinggirkan, UMKM salah satunya.
"Kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja tinggi, tapi sektor ini tidak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah," ucap Ima dalam diskusi bertajuk 'Mengawal Nawacita: Analisis Kritis terhadap APBNP 2015', di Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Masalah utama yang dihadapi oleh UMKM adalah permodalan. Berturut-turut berikutnya yakni, kesulitan pemasaran, serta kurangnya keahlian. Menurut Ima, permasalahan utama UMKM inilah yang perlu dijawab oleh APBN.
"Apakah APBN sudah membantu UMKM yang kekurangan modal?" kata dia.
Memang, kata dia pemerintah telah mengalokasikan dana Rp 5 triliun melalui PMN, KUR, dan LPDB. Namun, imbuh Ima, apakah hal tersebut bisa mengcover yang tidak bisa diakses perbankan?
"UMKM yang tidak feasible tapi bankable ini harusnya APBN bisa masuk," lanjut Ima.
Artinya, agar dana Rp 5 triliun dapat bermanfaat 'membangun dari pinggir' maka pemanfaatannya harus fokus kepada hal-hal yang tidak diakomodir oleh perbankan. Di sisi lain, perlu peningkatan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.