"Itu karena kita (Indonesia) ada masalah konektivitas dan dari segi skala ekonomisnya. Ketika kita mengirim, perusahaan logistik ke Hamburg, Jerman, menghitung berapa sih skala ekonomisnya, volume yang bisa menekan biaya paling murah.Perhitungan tersebut belum bisa kita terapkan di Indonesia," jelas Ina dalam diskusi bertajuk "Menyambut Asia Africa Business Summit : Perkembangan Infrastruktur di Indonesia dan Negara Berkembang", di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (13/3/2015).
Ina memberi contoh pengiriman barang dari Sumatera ke Kalimantan, masih harus melewati Jakarta terlebih dahulu. Menurut dia, ini dikarenakan infrastruktur untuk transportasi logistik belum memadai.
"Semua harus siap dari jalur darat dan laut. Jalur tanah yang masih becek itu masih banyak ternyata, ini belum siap," ujarnya.
Selain itu, kata dia, lambannya pembangunan infrastruktur di Indonesia, juga dikarenakan adanya masalah koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. "Problemnya antara pemerintah pusat dengan daerah tidak koordinasi dengan baik. Misalnya, ketika satu kementerian atau dinas akan membangun infrastruktur, itu harus clear menjawab kebutuhan industri dimana nanti dampaknya seperti apa," kata Ina.
Menurut Ina, akibat permasalahan koordinasi tersebut, pembangunan infrastruktur di Indonesia sering salah sasaran. Ia memberi contoh, negara Thailand yang biaya infrastuktur lebih kecil daripada Indonesia namun ongkos logistik Thailand lebih rendah dibandingkan Indonesia.
"Ternyata di Thailand, infrastruktur yang dibuat membantu industri di sana, sehingga menekan biaya angkut logistik. Kita tidak tepat sasaran, jadi tidak menjawab kebutuhan industri yang kalau berhasil biaya transportasi logistik tentu bisa lebih murah," jelas Ina.
Berdasarkan data Price Waterhouse Cooper (PWC) tahun 2014 ditemukan bahwa biaya infrastruktur Indonesia sebesar 3,1 persen sedangkan Thailand hanya 1,3 persen. Namun berdasarkan data Indonesia Investment 2013, ditemukan biaya logistik Thailand lebih rendah 7 persen dari Indonesia yang sebesar 27 persen dari PDB.
baca juga: Pemerintah Bantah Sengaja Lemahkan Rupiah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.