Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pemerintah Membuka Keran Impor Beras

Kompas.com - 09/05/2015, 12:43 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

Kompas.com/ Junaedi Ilustrasi beras
JAKARTA, KOMPAS.com - Gagalnya Bulog menyerap beras dari petani membuat pemerintah ada dalam situasi yang dilematis. Opsi membuka keran impor pun digulirkan pemerintah untuk menjaga stok beras Bulog 2 juta ton sampai akhir tahun 2015.

Namun, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, jika pemerintah melakukan impor beras saat ini, maka akan melanggar Pasal 36 Undang-Undang (UU) Nomor 18 tentang Pangan.

"Pasal 36 menyebutkan, impor beras hanya bisa dilakukan ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri," ujar Enny di Jakarta, Sabtu (9/5/2015).

Dia menuturkan, stok beras saat ini aman. Hal itu dia ketahui berdasarkan keterangan Menteri Pertanian Amran Sulaiman bulan lalu. Nah ini yang menurut dia bisa menjadi ganjalan kebijakan impor beras oleh pemerintah.

"Jadi ini (impor beras kalau dilakukan) jelas-kelas melanggar konstitusi. Ini kan jadi dilema," kata dia.

Lebih lanjut Enny juga menyoroti fungsi Bulog sebagai lembaga buffer stock yang juga memiliki peran melindungi petani dan konsumen.

Menurut dia, dengan fungsi tersebut maka yang tepat Bulog harusnya melakukan pengadaan gabah, bukan batas. Sayangnya kata dia, Bulog juga belum memiliki infrastruktur penggilingan.

Karena hal itulah, ia menilai petani jadi tak punya posisi tawar yang baik meski stok beras melimpah.

"Jadi yang menentukan harga beras mahal itu ada sebagian pedagang beras yang memiliki infrastruktur pergudangan besar. Jadi mereka yang langsung menampung saat petani panen (bukan Bulog)," ucap Enny.

Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin mengatakan, penyerapan gabah tidak hanya dilakukan oleh Bulog.

Di beberapa wilayah penyerapan gabah justru dilakukan oleh selain Bulog, dengan harga lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP), bahkan mencapai Rp 4.000 per kilogram untuk Gabah Kering Panen(GKP).

Kondisi ini bisa jadi menyebabkan Bulog tidak mampu menyerap atau membeli gabah petani. Akibatnya, target pengadaan Bulog tahun ini yang sebesar 2,7 juta ton, kemungkinan hanya mampu mencapai 470.000 ton, atau 20 persennya saja.

"Saya khawatir fenomena ini kembali akan menaikkan laju inflasi pada bulan Mei ini, dan sangat mungkin menurunkan angka Nilai Tukar Petani lagi. Ini yang harus diwaspadai," kata Bustanul kepada Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com