Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada yang Janggal di Kasus Beras "Plastik", Pengusaha Duga Ada Persaingan Tak Sehat

Kompas.com - 23/05/2015, 14:23 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Nellys Soekidi menilai temuan beras yang diduga mengandung bahan plastik di Bekasi, Jawa Barat, sebagai bagian dari persaingan usaha yang tidak sehat. Polemik masalah ini telah membuat pedagang di pasar tradisional merugi.

Nellys mengatakan, ada beberapa hal yang tidak masuk logika dari polemik beras sintetis ini. Menurut dia, jika pencampuran beras dengan plastik disengaja untuk mendapatkan keuntungan, maka hal tersebut mustahil dilakukan.

"Kalau orang nyampur itu kan tujuannya keuntungan, sementara plastik ini lebih mahal dibanding beras,” kata Nellys dalam sebuah diskusi, Jakarta, Sabtu (23/5/2015).

Ia mengatakan, jaringan pedagang beras biasanya sudah memiliki pelanggan. Seperti halnya toko milik Sembiring, yang mengaku mendapatkan pasokan beras dari Karawang. Nelly sangat yakin bahwa Sembiring tidak tahu bahwa beras yang dijual mengandung bahan plastik.

Jika beras yang didapatkan oleh Dewi Septiani itu merupakan beras rekondisi, kata Nellys, beras-beras yang sudah hancur biasanya diubah menjadi tepung beras. Kalaupun kondisinya lebih buruk lagi, maka beras tersebut akan dijadikan pakan ternak.

Nellys yang sudah berkecimpung dalam perdagangan beras selama 26 tahun mengaku prihatin atas polemik ini. Akibat adanya isu beras plastik, kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional menurun. Omzet pedagang beras pun anjlok.

Perpadi mendorong kepolisian mengungkap motif di balik kasus ini. Menurut dia, mustahil bagi para produsen beras untuk mencampur dengan bahan yang harganya lebih tinggi dan mendapat risiko ditinggal pelanggan.

"Mungkin ada pihak-pihak lain yang membuat suasana menjadi seperti ini. Banyak kemungkinan," ujar dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyampaikan, dengan adanya kejadian ini, pedagang maupun konsumen seharusnya lebih berhati-hati dan cerdas dalam memilih produk yang akan dijual atau dikonsumsi. Namun, ia menyayangkan karena setiap kali ada kejadian bahan pangan tidak sehat, yang menjadi sasaran adalah pedagang kecil.

"Setiap ada seperti itu, yang jadi sasaran adalah pedagang kecil di pasar tradisional. Apakah pernah ada sidak di pasar modern?" kata Ngadiran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com