Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Inflasi Membayangi Langkah IHSG

Kompas.com - 01/06/2015, 08:41 WIB
Robertus Benny Dwi Koestanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan menunggu sentimen kuat di tengah sejumlah proyeksi IHSG berpotensi turun hingga level 5.100 dalam jangka pendek-menengah.

Data inflasi terbaru yang bakal dirilis pada Senin (1/6/2015) ini akan ikut menentukan pergerakan IHSG pekan ini dan sepanjang Bulan Juni ini di tengah penantian pasar global atas keputusan kenaikan Fed Rate di Amerika Serikat.

Sejumlah analisa memperlihatkan kenaikan tingkat inflasi di bulan Mei 2015. Jika disetahunkan, maka tingkat inflasi dapat mencapai 6,9-7,0 persen.

Tim riset NH Korindo Securities Indonesia, misalnya, memerkirakan angka inflasi Mei tidak akan berbeda secara signifikan dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,36 persen secara bulanan dan 6,79 persen secara tahunan.

Meski pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sepanjang Mei, namun kenaikan harga terlihat di produk bahan makanan, khususnya bumbu masak bawang dan merica, dan listrik. Inflasi Mei diperkirakan naik 0,35 persen secara bulanan atau 6,99 secara tahunan.

Inflasi makanan diperkirakan naik sekitar 0,21 persen. IHSG kembali ditutup terkoreksi untuk ketiga hari berturut-turut di akhir pekan lalu. Indeks melemah sebesar 21 poin (0,40 persen) ke 5.216 setelah bergerak di rentang level 5.214-5.252. Sebanyak 119 saham naik, 168 saham turun, 83 saham tidak bergerak dan 182 saham tidak ditransaksikan.

Investor asing tetap melepas saham-saham mereka dengan catatan penjualan bersih senilai Rp 172 miliar. Investor asing menyisakan pembelian bersih sejak awal tahun ini senilai Rp 7,83 triliun.

Merujuk pada data Bursa Efek Indonesia per Jumat (29/5/2015), jika dilihat sejak awal tahun ini IHSG telah tumbuh negatif sekitar 0,20 persen. Posisi negatif ini sama dengan dua bursa saham lain, yakni bursa Thailand dan Malaysia yang masing-masing turun 0,11 persen dan 0,78 persen.

Bursa saham Tiongkok terdata paling melejit pertumbuhannya, yakni mencapai sekitar 42,57 persen; diikuti bursa saham Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan yang naik berturut-turut di kisaran 17,84 persen, 16,18 persen dan 10,40 persen.

Bank Investasi Morgan Stanley melihat ekonomi Indonesia terkena dampak langsung perlambatan perekonomian global, terutama dari melorotnya harga komoditas secara global.

Defisitnya neraca transaksi berjalan yang dihadapi Indonesia telah menyebabkan terganggunya "arus kas" negeri ini untuk merespon momentum permintaan perekonomian domestiknya. Tekanan ini berpeluang membesar jika terdapat penarikan dana global saat Fed Rate benar-benar dilakukan tahun ini.

Dalam risetnya yang dirilis akhir pekan lalu, Morgan Stanley menyatakan Indonesia memerlukan reformasi struktural, khususnya meningkat daya saing sektor non komoditas, untuk mencapai pertumbuhan lebih baik.

Lembaga itu memroyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di kisaran 4,9-5,5 persen. Morgan Stanley juga melihat adanya ruang bagi otoritas Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) hingga 50-75 basis poin, khususnya di triwulan IV-2015 mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com