Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PERBANKAN

MEA, "Lahan Basah" Bisnis Internasional

Kompas.com - 08/06/2015, 14:05 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com – Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak. Pasar bebas yang digadang-gadang akan menjadi lahan subur bisnis internasional, berbalik menjadi momok.

Untuk itu, sebagai persiapannya, pemerintah terus mendukung aktivitas perdagangan Indonesia di pasar internasional. Salah satu upayanya dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2015 yang dilansir Kompas (15/05/2015). Terdapat kenaikan belanja pemerintah yang mendukung impor modal.

Tentu saja, pemerintah tak mau kecolongan. MEA sudah dipetakan secara bertahap. Pembentukannya berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuannya, untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.

Sebenarnya, memupuk dan mematangkan kurang lebih 18 tahun menjadi waktu yang lebih dari cukup bagi Indonesia. Tapi, melihat iklim perekonomian di sini rasanya jauh dari kesiapan.

Indonesia masih tertinggal saat beberapa negara lainnya tak sabar menunggu liberalisasi perdagangan. Negara ini masih disibukkan dengan laju inflasi yang tinggi, rupiah yang kian lesu, daya saing produk yang rendah hingga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM).

Tantangan MEA

Bagi eksportir dan importir sebagai pelaku bisnis internasional, jalan panjang menuju MEA menjadi ancaman tersendiri. Rencana pemerintah menaikkan ekspor perdagangan 300 persen dalam 5 tahun pun disambut dengan kritikan para pakar ekonomi.

Salah satu ekonom yang mengkritik keras ialah Faisal Basri. Pada acara 'Rethinking Kebijakan Perdagangan Menuju Target Ekspor 2015' pada 23 Februari 2015 lalu, Faisal memaparkan bahwa Nawacita pemerintah tak realistis.

Shutterstock Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak.

Dinamisme perdagangan internasional memang menggelisahkan para pelaku bisnis serta pihak-pihak terkait di dalamnya. Menoleh sedikit ke belakang, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedang melambat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen.

Di Indonesia, baik sisi produksi maupun sisi konsumsi sama-sama mengalami perlambatan ekonomi. Hal itu termasuk kondisi ekspor yang masih melemah. Padahal, jika jeli, tantangan MEA dapat menjadi peluang.

Pemerintah sudah memetakannya terlebih dahulu. Usai menghadiri pertemuan pertumbuhan ekonomi di empat negara, 28 April 2015 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa tak ada yang dirugikan saat MEA tiba.

MEA menjadikan perekonomian lebih efisien. Orang akan lebih mudah mencari barang dengan harga yang lebih murah. Bagi pebisnis, akan dimudahkan dengan tarif kepabeanan yang semakin ringan.

Melibatkan Perbankan

Kekhawatiran soal ekspor yang melemah dan impor yang meningkat harusnya ditinjau lagi. Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com