Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Perekonomian: Barang Impor yang Bea Masuknya Dinaikkan Bukan Kebutuhan Dasar

Kompas.com - 24/07/2015, 19:05 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, barang impor yang dinaikkan tarif bea masuknya bukan tergolong barang kebutuhan dasar. Dengan demikian, menurut dia, kenaikan harga barang impor tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat.

"Impact ke konsumen itu kan kelihatannya tidak terlalu elementer, yang tidak elementer yang dinaikkan, yang elementer kebutuhan dasar masyarakat tidak dinaikkan," kata Sofyan, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (24/7/2015).

Ia juga menyampaikan bahwa kebijakan baru terkait tarif bea masuk ini dimanfaatkan pemerintah untuk membereskan tata niaga barang-barang impor. Sofyan mencontohkan,  penjualan wine (minuman beralkohol) yang dinilainya rawan menganggu sektor pariwisata.

"Wine itu hanya beberapa orang yang impor, itu akan menganggu di sektor pariwisata, kita harus perbaiki juga tata niaga impor itu," ujar dia.

Selanjutnya, pemerintah akan mengantisipasi agar produksi dan konsumsi dalam negeri terus meningkat. Pemerintah telah menaikkan tarif bea masuk (BM) barang-barang impor dengan besaran bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen untuk sejumlah barang, mulai dari makanan dan minuman olahan, minuman beralkohol, alat rumah tangga, alat musik, alat kesehatan, bahkan sampai pensil hitam dan krayon. Ketentuan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015, dan mulai berlaku efektif pada Kamis (23/7/2015).

Akibat dari PMK tersebut, harga barang-barang yang terbilang kebutuhan sehari-hari itu bisa dipastikan menjadi lebih mahal.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor. Menurut Suahasil, kebijakan menaikkan BM barang-barang impor itu sebenarnya sudah direncanakan sejak lama, seiring dengan perkembangan industri manufaktur yang lesu pada awal tahun ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com