"Dengan kita, ada dampaknya. Tapi, tidak terlalu besar," kata Darmin ditemui di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Bank Sentral China mendevaluasi mata uang yuan sebesar 1,86 persen terhadap dollar AS pada 11 Agustus 2015, diikuti dengan devaluasi kedua sebesar 1,62 pada 12 Agustus 2015.
Kemarin, Bank Sentral China kembali melakukan devaluasi yuan sebesar 1,11 persen terhadap dollar AS. Darmin membenarkan ketika dikonfirmasi bahwa devaluasi tersebut akan membuat barang-barang produksi China lebih kompetitif. Sehingga, ada kemungkinan impor RI dari China akan meningkat.
"(Tapi) impor ekspor, itu kan bisa memilih. Mau dari sana (China) atau bukan," sambung mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Yang pasti, lanjut Darmin, dampak langsung dari devaluasi yuan China akan lebih dirasakan oleh Jepang, utamanya soal daya saing produk. "Ya masing-masing (negara) kan berusaha (untuk) tetap berkembang," pungkas Darmin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.