Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pebisnis Khawatirkan Efek Unjuk Rasa Buruh

Kompas.com - 01/09/2015, 12:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perlambatan ekonomi yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja alias PHK memicu buruh untuk kembali menggelar aksi turun ke jalan. Rencananya hari ini sekitar 30.000 buruh di Jabodetabek akan berunjuk rasa di Istana Negara, Jakarta.

Aksi ini juga akan digelar serentak di 20 provinsi lain. Serikat pekerja mengklaim, ada sekitar 100.000 pekerja yang bakal turun ke jalan. Beberapa poin tuntutan para buruh yang diwakili 40 aliansi buruh itu bakal disuarakan.

Pertama, mendesak pemerintah menerapkan upah layak dengan menaikkan upah minimum 22 persen pada tahun depan. Kedua, buruh juga menuntut perlindungan dari PHK dan mengantisipasi serbuan tenaga kerja asing (TKA) yang bukan tenaga ahli.

"Kami minta pemerintah jangan cuma berpatokan pada angka-angka makro ekonomi, tapi juga fokus di sektor riil," ujar Said Iqbal, Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Senin (31/8/2015).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, tuntutan buruh itu tak realistis di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini. Efek gejolak ekonomi global sudah merembet ke Indonesia, dimulai dari perlambatan ekonomi hingga loyonya rupiah. Ia khawatir, tuntutan buruh ini justru membuat investor terutama di sektor industri yang padat karya enggan membenamkan investasinya di Indonesia.

Padahal, investasi jadi salah satu harapan bagi Indonesia untuk mendongkrak ekonomi, di tengah perlambatan penerimaan negara dari pajak dan utang. Saat ini, "Sudah banyak perusahaan padat karya seperti industri sepatu yang merelokasi usahanya ke Vietnam," tandas Hariyadi.

Apalagi, produktivitas buruh di Vietnam kini jauh lebih besar ketimbang di Indonesia. Kata dia, di Vietnam tingkat produktivitas buruh capai 48 jam per minggu, sementara di Indonesia cuma 40 jam.

Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta menambahkan, permintaan buruh menaikkan upah minimum provinsi (UMP) tahun depan terlalu dini. Sebab, hingga kini, dewan pengupahan masih melakukan survei. Khusus di DKI Jakarta, dewan pengupahan baru menggelar dua survei dari empat survei yang akan dilakukan.

Pasca survei, dewan pengupahan akan rapat untuk menetapkan angka kebutuhan hidup layak sebagai dasar perhitungan kenaikan UMP. "Kami berharap agar upaya pekerja dalam menuntut kenaikan UMP 2016 tak berlebihan," ujar Sarman. Mereka harus melihat realitas ekonomi yang kini tengah memukul dunia usaha. (Handoyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com