Dia mengaku kaget, rupanya dua proposal itu memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda.
"Membandingkan proposal Jepang dan China tidaklah relevan, selain mereka memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda, kedalaman analisis yang disampaikan juga tidak setara. Akibat dari parameter perencanaan yang berbeda-beda ini seolah-olah kita membandingkan sushi dengan dimsum. Enggak bisa dibandingkan," ujar Danang, Kamis (3/9/2015).
Seharusnya kata dia, untuk membandingkan dua proposal yang berbeda harus ada acuan yang jelas sehingga penilaian bisa dilakukan. Sementara dua proposal yang disodorkan Jepang dan Tiongkok sama sekali jauh berbeda. Dia menuturkan berbagai ketidak kesetaraan dalam dua proposal proyek kereta cepat itu.
Pertama kata dia terkait waktu studi kelayakan yang jauh berbeda Jepang dalam hitungan tahun, sementara China hanya 3 bulan. Dari sisi ini dipercaya, studi kelayakan yang hanya 3 bulan akan penuh dengan angka-angka asumsi dan tak serinci studi kelayakan yang dilakukan bertahun-tahun.
"Tidak ada yang salah dengan proposal itu, karena pihak Jepang bilang proposal itu baru tahap pertama dari studi kelayakan. Jadi menurut saya yang satu mengajukan pra studi kelayakan (Jepang), dan yang satu menurut saya uji konsep (China). Enggak bisa dibandingkan karena level analisisnya beda," kata dia.
Kedua lanjut Danang terkait lokasi proyek terutama letak pembuatan stasiun kereta cepat. "Yang satu stasiunnya (Jakarta) di Dukuh Atas, yang satu di Halim. Lalu (stasiun di Bandung) yang satu di Bandung kota, yang satu lagi di Gedebage. Kan kalau bikin di Halim harus ada nilai investasi yang ditambah karena bagaimana orang bisa sampai di Halim," ucap dia.
Terkait dengan proyek kereta cepat, sebelumnya Menteri Perhubungan telah menjelaskan bahwa pemerintah tak akan menjalankan proyek tersebut. Kereta cepat akhirnya diserahkan kepada BUMN dengan pola business to business.
baca juga: Akhirnya, Pemerintah Serahkan Keputusan Proyek KA Cepat ke BUMN
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.