Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti "Obat" PHK dari Pemerintah

Kompas.com - 25/09/2015, 08:33 WIB

KOMPAS.com - Pengusaha kerap menyindir kebijakan pemerintah lewat perumpamaan semacam obat penurun panas untuk mengobati penyakit kritis. Panasnya turun tapi biang penyakitnya masih bersemayam. Sindiran ini biasanya digunakan untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang seringkali dianggap tidak menyentuh akar persoalan.

Namun kali ini pemerintah justru seperti kurang menambah  resep obat penurun panas penawar kondisi ekonomi yang tengah meriang. Pilihan kebijakan yang ditempuh membutuhkan waktu berbilang bulan hingga tahunan sampai manfaatnya bisa dirasakan.

Tengok saja isi Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I yang terkait upaya pemerintah menahan laju PHK. Alih-alih dampaknya langsung terasa, upaya yang dilakukan pemerintah sementara ini baru bicara di tataran “akan”.

Jika dicermati banyak program dan rencana kebijakan yang termasuk dalam paket jilid I sebetulnya pekerjaan rumah yang sudah sekian lama belum juga beres. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan, misalnya, sudah dibahas dan menjadi polemik sejak beberapa tahun lalu.

Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Wahyu Widodo menyebut, rencananya September ini juga beleid tersebut bakal diundangkan. Nantinya, kepastian formula kenaikan upah pekerja akan membuat rencana bisnis yang disusun pengusaha lebih terukur.

Dengan begitu, tak perlu ada lagi gejolak akibat kenaikan upah yang berujung pada PHK karyawan. “PP ini bukan cuma untuk mencegah PHK tapi bagaimana menarik investasi cepat masuk,” kata Wahyu.

Hanya, aturan ini pun baru bisa dirasakan manfaatnya, paling cepat awal tahun depan, yakni saat dilakukan penyesuaian upah minimum. Dengan begitu, arus PHK yang sedang terjadi saat ini juga tak bisa diredam seketika. “Apa pun yang pemerintah lakukan, harusnya bisa langsung berdampak menekan laju PHK,” kata Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Kebijakan lain yang masih ditunggu mujarab tidaknya terkait stimulus bagi eksportir lewat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pada 20 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo meneken persetujuan Penyertaan Modal Negara sebesar Rp 1 triliun untuk lembaga yang juga dikenal dengan nama Indonesia Eximbank itu. “LPEI nanti memberikan pembiayaan modal kerja bagi eksportir biar dia bisa melanjutkan produksi, nggak perlu PHK,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara. (baca juga: Dua Paket Kebijakan Ekonomi Diyakini Perkuat Rupiah)

Kontraproduktif
Kebijakan lain yang tidak terangkum dalam Paket September justru dinilai kontraproduktif dengan upaya menahan laju PHK. Misalnya, terkait kenaikan cukai rokok dan kewajiban membayar pita cukai di muka.

Halaman:
Baca tentang
Sumber


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com