Darmin mengatakan, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro tentu sudah menyiapkan sejumlah langkah itu menghadapi shortfall pajak, baik untuk menutupi kebutuhan belanja (cash), maupun defisit anggaran.
“Karena itu (cash dan defisit) dua hal yang berbeda. Itu memang seyogyanya kita dari kabinet sudah menyampaikan ke Presiden secara jelas,” kata Darmin, Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Darmin menjelaskan, menteri-menteri bidang perekonomian perlu memberikan penjelasan khusus kepada Presiden, sebab tahun anggaran ini tinggal tersisa dua bulan saja, sementara realisasi penerimaan pajak per 31 Oktober 2015 baru separuh target.
“Ini (perlu dijelaskan) agar tidak menjadi tanda-tanya di masyarakat dan di pasar,” kata mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Menurut Darmin, salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap realisasi penerimaan pajak yakni melambatnya perekonomian.
Kondisi tahun ini, sebut Darmin, serupa dengan periode 2009 di mana realisasi penerimaan pajak turun terseret krisis global.
Sebagai informasi, sampai 31 Oktober 2015, Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan realisasi penerimaan pajak baru mencapai 58,6 persen atau sekitar Rp 758 triliun.
Tak ayal, target penerimaan pajak dalam APBNP 2015 yang sebesar Rp 1.294,258 triliun mustahil tercapai.
“Sampai akhir tahun paling hanya sampai Rp 1.100 triliun,” kata Dirjen Pajak Sigit Pramudito, Jumat (30/10).
Dengan begitu, kekurangan penerimaan pajak sekitar Rp 190 triliun, lebih besar dari prediksi sebelumnya Rp 150 triliun.