Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Masih Kaji Penurunan Tarif Pajak Penghasilan

Kompas.com - 18/11/2015, 09:57 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah masih mengkaji untuk mengeluarkan insentif penurunan tarif pajak penghasilan atas gaji, tunjangan, upah, dan hasil pekerjaan lainnya, dalam paket kebijakan ekonomi ketujuh.

Menko Perekonomian, di sela sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/11/2015), mengakui penurunan tarif pajak penghasilan (PPH) Pasal 21 tersebut diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, sekaligus melengkapi kebijakan penaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 3 juta per bulan yang sudah diterapkan.

"Tapi masih perlu rapat lagi, kami kaji lagi. Anda jangan yakin dulu," ujarnya.

"Dalam situasi begini, kalau ada (insentif) yang lain bisa lebih bagus. Ini juga untuk membantu korporasi," tambah Darmin.

PPh Pasal 21 tersebut tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015.

Darmin masih enggan menjelaskan secara rinci mengenai pertimbangan dalam menerapkan insentif tersebut.

Namun, dia menambahkan, selain insetif pajak hasil pekerjaan, Kemenko Perekonomian juga mempertimbangkan berbagai usulan dari Kementerian dan Lembaga teknis, seperti pengembangan sektor peternakan.

"Memang ada usulan. Ada dari Direktur Jenderal Peternakan. Ada dari kementerian secara keseluruhan. Tetapi, kami akan cari yang lebih pas," ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, Deputi Bidang Industri dan Perdagangan Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawadi mengatakan, dari proses pengkajian sementara, beberapa sasaran pemerintah dalam paket ketujuh adalah percepatan pembangunan desa, peningkatan kualitas layanan logistik, dan peningkatan daya saing industri padat karya.

Namun sasaran itu dinyatakan Edy sebelum rapat koordinasi terbatas antarkementerian, Selasa ini.

"Untuk padat karya misalnya kita lagi pikirkan untuk pengurangan pajak penghasilan badan (tax allowance)," ujarnya.

Menurut Edy, insentif tersebut diberikan kepada pelaku sektor usaha yang padat karya, dengan sejumlah syarat, salah satunya adalah daya serap tenaga kerja pelaku usaha yang mengajukan insentif minimal 2.000 tenaga kerja domestik.

Paket Kebijakan
Sejak September 2015, pemerintah sudah membuat enam jilid paket kebijakan ekonomi.

Rangkaian paket kebijakan itu diterbitkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi akibat ketidakpastian perekonomian global serta memperkuat daya saing dan struktur ekonomi Indonesia.

Dalam paket kebijakan keenam misalnya, pemerintah menekankan kebijakan untuk mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, dengan pemberian insentif pengurangan pajak.

Paket kelima meliputi kebijakan pemotongan tarif pajak penghasilan (PPh), revaluasi perusahaan dan badan usaha milik negara maupun swasta.

Sebelumnya pemerintah mengeluarkan kebijakan pengupahan yang lebih sederhana, perluasan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan implementasi pemberian kredit oleh LPEI untuk mencegah pemutusan hubungan kerja di paket kebijakan jilid empat.

Di paket jilid tiga, pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak, listrik dan gas, perluasan penerima KUR dan penyederhanaan izin pertanahan untuk penanaman modal.

Sementara dalam paket kebijakan ekonomi jilid satu dan dua, pemerintah menjalankan deregulasi untuk memperbaiki iklim investasi dan mempercepat proyek infrastruktur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com