Oleh karena itu, Hanif meminta agar buruh berhati-hati dengan informasi yang menyesatkan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Teman-teman buruh harap berhati-hati terhadap informasi menyesatkan baik di lapangan maupun di media sosial," ujar Hanif, Senin (16/11/2015), lalu.
Hanif mengungkapkan, ada enam contoh penyesatan informasi soal PP Pengupahan. Pertama, upah buruh hanya akan naik lima tahun sekali.
Hanif menegaskan hal itu tidak benar sama sekali, sebab dengan sistem formula dalam PP Pengupahan upah buruh dipastikan naik setiap tahun, bukan setiap lima tahun.
Kedua, isu bahwa upah buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tidak dibayarkan. Menurut dia, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.
Ketiga, dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.
Menurut Hanif, hal itu tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11.5 persen.
Keempat, struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal tersebut juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.
Kelima, terkait isu peniadaan perlindungan terhadap upah. Menurut Hanif dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.