Data Bloomberg pukul 09.00 WIB menunjukkan, mata uang garuda berada di posisi Rp 13.398 per dollar AS, lebih lemah dibandingkan penutupan pekan lalu pada Rp 13.623.
Hari ini, rupiah diprediksi rentan terkoreksi sebab pasar fokus menanti arah kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed. Namun, peluang penguatan terbuka karena investor mungkin melakukan aksi profit taking (ambil untung) dollar AS.
Akhir pekan lalu, Jumat (20/11/2015), di pasar spot, rupiah menguat 1,10 persen ke Rp 13.623 per dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, rupiah terapresiasi 0,34 persen ke posisi Rp 13.739 per dollar AS.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menilai, rupiah berada pada fase konsolidasi. Mendekati rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 15-16 Desember 2015, pelaku pasar cenderung hati-hati. Dollar AS masih menjadi instrumen andalan sehingga posisinya lebih kuat.
"Namun, di sisi lain, keunggulan dollar bisa dimanfaatkan investor untuk ambil untung (profit taking) dalam dollar. Ini membuka ruang penguatan rupiah," kata dia seperti dikutip Kontan.
Wahyu menambahkan, rupiah juga didukung sentimen dari pasar Asia.
Bank Sentral China (PBoC) kembali memberi stimulus dengan memangkas tingkat suku bunga pinjaman. Ini bisa memberi angin segar bagi mata uang kawasan Asia, termasuk rupiah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.