Saat ini, nama calon direksi BPJS tersebut juga sudah diberikan ke Presiden.
"Sudah selesai Senin malam, Selasa pagi diserahkan 2x8 nama untuk direksi ke Presiden. Sekarang tergantung Presiden kapan akan menentukan delapan nama untuk direksi (BPJS Kesehatan)," kata Wakil Ketua Pansel BPJS Kesehatan Suarhatini Hadad, Rabu (9/12/2015).
Dari daftar nama calon direksi BPJS Kesehatan yang telah dikirim ke Presiden tersebut, Tini masih enggan menyebutkannya. Dia juga tidak dapat mengatakan, apakah calon direksi BPJS Kesehatan incumbent masuk dalam daftar nama-nama yang dikirim ke Presiden.
Namun sayang, untuk BPJS Ketenagakerjaan Kontan masih belum mendapat konfirmasi. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Masassya yang kembali mendaftar menjadi direksi mengatakan pihaknya menyerahkan seluruhkan kepada Pansel.
Yang pasti, Elvyn mengatakan, bilang pihaknya sudah melakukan semaksimal mungkin tahapan seleksi yang dilakukan. "Saya tidak tahu, tidak ada tanggapan. Kami kan peserta," kata Elvyn.
Hal senada juga dikatakan oleh Junaidi Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan. Pihaknya sudah melalui proses yang telah ditentukan oleh Pansel dan tidak mau berandai-andai atas hasil dari seleksi yang dilakukan. "Seleksi sudah, tes sudah, tinggal nanti tunggu keputusan pemerintah," kata Junaidi.
TB Rachmat Sentika Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengatakan, pihaknya tidak ikut campur dalam proses seleksi. Menurutnya, dalam pemilihan calon anggota badan pengawas dan calon anggota direksi BPJS sepenuhnya ditangan Pansel. Pasalnya, Pansel yang langsung bertanggung jawab dengan Presiden.
Sebelumnya, Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, direksi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang saat ini menjabat dan mendaftar lagi dinilai tidak layak untuk duduk menjabat lagi.
"Mereka telah gagal dengan berbagai program yang dibuat," kata Timboel.
Beberapa temuan BPJS Watch atas kinerja direksi BPJS Ketenagakerjaan yang dipertanyakan antara lain, pertama, pergantian sistem informasi baru yang belum teruji. Padahal sistem baru tersebut tidak memberikan manfaat yang signifikan terhadap pelayanan BPJS Ketenagakerjaan saat ini.
Kedua, belum optimalnya pembentukan 150 kantor cabang pusat (KCP). Ketiga, tidak transparannya penyerahan aset dan dana program JPK ke Askes (BPJS Kesehatan) dari Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp 400 miliar. (Handoyo)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.