Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SVLK dan Hutan Rakyat

Kompas.com - 15/12/2015, 09:26 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Penerapan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk kegiatan ekspor ke Eropa membutuhkan dukungan semua pihak. Penerapan kebijakan dari sektor hilir, bisa menjadi sistem tersebut berjalan sukses.

Ketua Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Nisro mengatakan, meski pemerintah tak konsisten konsisten mengeluaran kebijakan soal kayu, namun SVLK bisa berfungsi untuk menjaga ekosistem tata kelola kayu. Bahkan melalui SVLK, hutan rakyat bisa lebih terjaga.

“Keuntungannya jangka panjang. Hutan bisa jadi tempat wisata juga, jadi ekowisata,” kata Nisro, kepada Kompas.com dari Semarang, baru-baru ini.

Keberadaan SVLK sebenarnya dianggap positif dalam rangka menata sistem tata kelola kayu. Pemerintah pun menggenjot industri untuk mengurus SVLK. Dengan SVLK, industri harus mengetahui sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan.

SVLK hendak memastikan produk kayu bahan bakunya berasal sumber yang jelas asal usulnya, pengelolaannya legal, meliputi asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan.

Namun, pemerintah dinilai tak konsisten karena di satu sisi mengeluarkan kebijakan SVLK, tetapi pada sisi lain mengeluarkan Deklaration Ekspor (DE), hingga Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP).

Berbagai aturan tersebut membingungkan para petani hutan rakyat.

“Soal SVLK, saya kritik mengapa pemerintah tidak benahi dulu pasar dalam negerinya, tapi malah ke luar negeri. Kesannya, yang dalam negeri itu tidak asli, tidak terjamin keasliannya,” tambah Nisro.

Jika pasar dalam negeri digarap dengan serius dengan SVLK, lanjut Nisro, produk kayu berupa mebel dan furnitur akan mempunyai harga jual yang tinggi. Permintaan mebel dalam negeri juga terbilang besar, sayangnya tak banyak yang disertai dengan dokumen SVLK.

“Kalau pemerintah berniat berlakukan SVLK, tentu di dalam negeri pengadaan barang jasa bisa ber-SVLK. Kebutuhan pemerintah terhadap mebel itu sangat tinggi,” saran dia.

Maka, Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) harus jemput bola memasukkan kewajiban SLVK bagi syarat pengadaan.

Belum terasa

Meski demikian, manfaat SVLK ternyata belum terasa oleh para petani. Hal itu terlihat dari tidak adanya perbedaan nilai ekonomis dari kayu yang sudah SVLK dengan yang belum. 

“Manfaatnya bagus, tapi belum kelihatan nilai ekonomisnya oleh petani,” timpal Penyuluh Kehutanan Kelompok Tani Hutan Rakyta (Gapoktanhut) Jati Mustika Kabupaten Blora, Partin, saat dihubungi Kompas.com dari Kota Semarang.

Kelompok hutan rakyat Jati Mustika di Blora seluas 500,3 hektare dari 884 petani. Produksinya tiap tahun mencapai 36.000 kubik. Gapoktan ini pada 2011 telah lulus dari klinik SVLK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com