Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Beli Lebih Mahal agar Pasokan Batubara untuk PLTU Terjaga

Kompas.com - 07/03/2016, 17:03 WIB
|
EditorM Fajar Marta
JAKARTA, KOMPAS.com — Rendahnya harga batubara dunia menjadi ancaman terhadap keberlanjutan program kelistrikan 35.000 megawatt (MW).

Bahkan, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia–Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) Pandu P Sjahrir mengatakan, apabila harga batubara tak kunjung membaik, maka cadangan batubara yang ada saat ini hanya akan ekonomis untuk memasok PLTU selama 15-16 tahun ke depan.

Akibatnya, setelah 2030, pasokan batubara untuk PLTU akan terancam. (Baca: Harga Batubara Masih Rendah, Program 35.000 Megawatt Terancam)

Untuk mengurai permasalahan ini, APBI-ICMA meminta lembaga konsultan PricewaterhouseCoopers (PWC) melakukan riset terhadap 25 perusahaan tambang batubara, dan memberikan alternatif usulan.

Berdasarkan hasil riset PWC, Pandu mengatakan, agar ada jaminan kepastian pasokan batubara, hal tersebut memerlukan kebijakan cost-based pricing system atau sistem harga berdasarkan biaya.

Kebijakan ini, di sisi lain, dapat memproteksi kenaikan harga listrik jika kenaikan harga batubara terjadi.

"Menurut analisis kami, efek dari kebijakan ini, pemerintah akan membayar semacam biaya asuransi (cost of insurance) sekitar 1 persen dari tarif dasar listrik untuk PLTU baru yang akan beroperasi pada 2019, dan 3 persen dari tarif dasar listrik untuk PLTU yang telah dibangun tahun-tahun sebelumnya," kata Pandu di Jakarta, Senin (7/3/2016).

Harga tarif dasar listrik dari PLTU yang akan beroperasi pada 2019 sekitar Rp 1.400 per kilowatt hour (kWh).

Apabila "premi" ini diterapkan, maka pemerintah harus membeli lebih mahal Rp 14 per kWh, menjadi Rp 1.414 per kWh.

Harian Kompas Proyek Listrik 35.000 MW

Pandu menjelaskan, berdasarkan catatan terakhir APBI, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga saat ini sudah menandatangani perjanjian pembelian listrik atau power purchase agreement (PPA) dengan pengembang sekitar 17.000 MW.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+