Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Klaim Penguatan Rupiah Dipengaruhi Paket Kebijakan

Kompas.com - 10/03/2016, 14:33 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyambut baik menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Menurut Jokowi, penguatan rupiah dipicu oleh rentetan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.

"Kalau bicara mengenai rupiah yang semakin menguat, semakin baik, itu artinya (karena) kebijakan-kebijakan dan paket-paket deregulasi yang kita berikan," kata Jokowi di Pusat Logistik Berikat (PLB), Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (10/3/2016).

Selain 10 paket kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, kata Jokowi, penguatan rupiah terhadap dollar AS juga dipicu oleh kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Semua kebijakan itu direspons positif oleh investor sehingga muncul aliran uang ke Indonesia.

"Arus uang masuk, arus modal masuk, sehingga ada capital inflow," ujarnya.

Jokowi tidak sependapat jika penguatan rupiah terhadap dollar AS dinilai hanya dipicu faktor eksternal. Ia menegaskan bahwa faktor eksternal dan langkah yang diambil pemerintah sama-sama memengaruhi penguatan rupiah.

"Dua-duanya. Kalau kamu enggak lakukan deregulasi apa-apa, faktor eksternal apa pun juga enggak akan pengaruh," ucap Jokowi.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa hari mengalami penguatan. Bahkan, data Bloomberg untuk perdagangan hari ini menunjukkan rupiah sempat menyentuh level 12.984 per dollar AS. 

Sayangnya, penguatan rupiah dinilai lebih banyak dimotori faktor eksternal. 

"Secara umum, penguatan rupiah ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama, yaitu Amerika, dan terbesar kedua, yaitu China," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian kepada Kompas.com, Senin (7/3/2016). 

Dzulfian menuturkan, akhir pekan lalu, Pemerintah China mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan melakukan reformasi ekonomi, khususnya pada sejumlah BUMN dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.

Bahkan, dia melanjutkan, Pemerintah China juga mewacanakan adanya kepemilikan gabungan (mixed ownership) atau privatisasi atas sejumlah BUMN mereka. 

"Hal ini tentu menjadi kabar sangat menggembirakan bagi para investor mengingat China memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total aset sekitar 15 triliun dollar AS dan mempekerjakan lebih dari 30 juta orang," kata Dzulfian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com