Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lakukan Penelitian, KPPU Curiga Jika IPOP Jadi Kartel Sawit

Kompas.com - 12/04/2016, 11:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah meneliti keterkaitan kesepakatan sejumlah perusahaan raksasa sawit yang tergabung dalam Managemen Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) di Indoneisa.

KPPU yang menjadi wasit persaingan usaha di Indonesia ini menduga IPOP berpotensi mengarah pada kartel.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan penelitian terhadap IPOP ini bisa berujung pada penyelidikan atau pun berhenti pada rekomendasi kebijakan.

"KPPU akan meneliti apakah kesepakatan ini mengarah kepada sustainable development di perkebunan sawit atau menghambat dengan sengaja masuknya pemain baru di industri perkebunan sawit," ujar Syarkawi.

Bila nantinya KPPU menemukan ada kesengajaan menghambat adanya pemain baru, maka hal itu sudah cukup kuat bagi IPOP untuk disebut kartel.

Dia menjelaskan, harusnya kalau suatu kebijakan itu yang mengeluarkan pemerintah dan buka pengusaha atau pun asosiasi.

Untuk kepastian lanjutan penelitian KPPU ini, Syarkawi bilang pihaknya masih mendalaminya dengan berdikusi terlebih dahulu dengan pihak pengurus IPOP, pemerintah dan para pakar.

Pembubaran IPOP

Pada akhir Maret lalu, upaya Kementerian Pertanian (Kemtan) membubarkan managemen Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) mendapat dukungan politik dari Senayan.

Sebelumnya, Kemtan mengancam akan mengusir enam perusahaan kelapa sawit raksasa yang tergabung dalam IPOP jika tidak membubarkan diri. Namun sampai saat ini tidak ada yang berubah dan ancaman itu tidak bertaji.

Meski begitu, Kemtan menegaskan ancaman ini bukan pepesan kosong. Saat ini, Kemtan tengah menjajaki pembuatan dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada enam perusahaan anggota IPOP lantaran tidak membeli Tandan Buah Segar (TBS) dari petani yang dianggap tak sesuai standar IPOP.

Dukungan kepada Kemtan tersebut muncul karena alasan penerapan prinsip-prinsip IPOP di Indonesia bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Tanah Air.

Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan sebagai negara berdaulat, Indonesia tidak dapat dijajah oleh asing dengan cara menerapkan peraturan di Indonesia.

Penerapan IPOP dinilai sebagai bentuk gaya penjajahan baru di Indonesia. "Karena itu, saya mendukung langkah-langkah Kementan yang akan membubarkan IPOP," kata Firman. (Noverius Laoli)

Kompas TV RI Protes Perancis Soal Pajak Sawit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com