Pagi itu, di akhir-akhir Maret 2016, tiba-tiba saya merasa begitu bangga sebagai orang Indonesia.
Saya juga terharu menyaksikan ratusan orang rela menyemut dan mengantri berjam-jam untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunannya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok.
Saya merasa, masyarakat Indonesia ternyata memiliki kesadaran tinggi untuk membayar pajak, sebagai cermin warga negara yang baik.
Dunia pasti tidak bisa berkata-kata jika ada di samping saya saat itu (merujuk slogan pajak, “apa kata dunia?”)
Memang betul, sebagian pembayar pajak yang mengantri di sekeliling saya ada yang mendumel. “Gue bayar pajak tiap tahun, tapi kayaknya pembangunan begitu-begitu aja,” begitu sekelumit yang saya dengar.
Apapun itu, mengomel atau ikhlas, yang pasti mereka tetap memenuhi kewajibannya sebagai warga negara. Itulah yang membuat saya haru dan bangga.
Namun, tak sampai seminggu, rasa kebanggaan itu sudah koyak.
Pada tanggal 4 April 2016, muncul berita heboh tentang skandal keuangan “Panama Papers”, yakni jutaan dokumen milik firma hukum Mossack Fonseca yang bocor ke publik.
Dokumen yang bocor itu mengungkapkan aset dan kekayaan baik milik pribadi maupun perusahaan yang disembunyikan dalam yurisdiksi bebas pajak.
Sebagian praktik itu ditengarai terkait dengan upaya pencucian uang, penggelapan pajak, dan penyamaran uang hasil tindak pidana seperti korupsi.
Yang membuat miris, sejumlah nama tokoh Indonesia disebut-sebut juga masuk dalam daftar Panama Papers.
Saya tidak habis pikir, mengapa orang-orang yang tidak kaya (kelas menengah ke bawah) yang saya temui di KPP Pratama Depok antusias membayar pajak, namun orang-orang kaya dan super kaya malah bersembunyi dari pajak.
Padahal, merekalah yang paling banyak menikmati kue pembangunan di negeri ini.
Memang, orang yang menggunakan jasa Mossack Fonseca belum tentu melakukan tindak kriminal.
Siapa pun sah-sah saja mendirikan perusahaan cangkang atau SPV untuk kepentingan bisnis.
Namun, jika aset dan transaksi perusahaan itu tidak dilaporkan, tentu namanya mengemplang pajak.
Meskipun bukan tindak pidana, seorang penyelenggara negara akan dipertanyakan moral dan keetisannya jika berbuat demikian.
Salah satu pejabat negara yang namanya tercantum dalam Panama Papers adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.