Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singapura Jegal Pembahasan RUU "Tax Amnesty"?

Kompas.com - 25/04/2016, 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya kepentingan pemodal asing menggagalkan pembahasan RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) makin terlihat jelas menjelang pembahasan RUU tersebut di DPR.

Aksi tersebut dilakukan melalui sejumlah LSM dan politisi yang ingin dana-dana WNI tetap tersimpan di "save haven countries" dan tidak ingin ribuan triliun dana tersebut kembali ke dalam negeri untuk membiayai pembangunan nasional.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Rony Bako, di Jakarta, Minggu (24/4/2016), mengingatkan kepada pemerintah dan DPR untuk berhati-hati lantaran ada kemungkinan asing semakin gencar melakukan lobi-lobi guna menggagalkan RUU Pengampunan Pajak demi kepentingan negara mereka.

Menurut dia, negara-negara tetangga yang sering dijadikan tempat untuk menyimpan dana-dana warga RI, seperti Singapura, bakal kekeringan likuiditas akibat kebijakan tax amnesty.

"Ada saja cara mereka lakukan, entah itu dengan lobi-lobi politik. Pasti ada. Pemerintah harus berhati-hati dengan ini," kata Roni.

Roni menekankan, kepentingan asing melalui perusahaan-perusahaan yang terafiliasi akan terkena dampak besar akibat kebijakan tax amnesty. Akibatnya, perdebatan dan penolakan akan kebijakan tersebut pun cukup besar digencarkan para politisi dan sejumlah LSM.

Menurut dia, kekhawatiran terhadap pihak asing yang ingin menggagalkan rencana pengesahan RUU Pengampunan Pajak membuat Pemerintah Indonesia harus mengambil prinsip. Salah satunya dengan menetapkan tarif tebusan yang menarik, yang akan dibebankan kepada peserta tax amnesty.

Sejauh ini, tarif tebus yang akan berlaku untuk deklarasi adalah 2 persen untuk tiga bulan pertama, 4 persen untuk tiga bulan kedua, dan 6 persen untuk enam bulan selanjutnya.

Sementara itu, tarif tebusan yang berlaku atas repatriasi dana adalah 1 persen untuk tiga bulan pertama, 2 persen untuk tiga bulan kedua, dan 3 persen untuk enam bulan selanjutnya.

Ia mengatakan bahwa kunci pembahasan RUU Pengampunan Pajak ada di besaran uang tebusan.

Menurut dia, pembedaan selisih tarif tebus antara yang mendeklarasikan dana di luar negeri dan yang merepatriasi dananya ke Tanah Air perlu dibuat lebih signifkan.

Dengan demikian, banyak warga negara Indonesia yang menempatkan dana di luar negeri melakukan repatriasi dana kembali ke NKRI.

Konsistensi pemerintah

Selaras dengan hal tersebut, salah satu peneliti pajak Indonesia, Bawono Kristiadji, mengatakan, jika ada isu-isu asing, seperti Singapura ingin menjegal keberlangsungan RUU Pengampunan Pajak, pemerintah harus tetap konsisten dan terus maju untuk mengaplikasikan kebijakan tax amnesty.

"Mereka harus terus maju karena, di zaman globalisasi ini, kebijakan pajak setiap negara dapat saja berpengaruh pada situasi pajak di negara lain. Jadi, pasti ada negara yang takut atas hal tersebut, seperti Singapura atau yang lainnya," kata dia.

Bawono mengatakan, data di luar sana tentang wajib pajak yang belum membayar pajak dengan demikian semestinya masih banyak. Pemerintah harus melihat itu terkait pemberlakuan tax amnesty.

"Data atas harta yang selama ini belum dilaporkan, itu bisa terjaring karena tax amnesty. Itu sangat penting dalam membangun kepatuhan pajak di Indonesia. Dengan tax amensty, pemerintah pada kemudian hari memiliki data dan profil harta atau penghasilan WP dengan lebih baik. Hal inilah yang lebih esensial pada kebijakan tax amnesty," pungkasnya.

Kompas TV DPR "Kebut" RUU "Tax Amnesty"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Cukupkah Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen?

Whats New
3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

3 Cara Blokir Kartu ATM BRI, Bisa lewat HP

Whats New
Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Singapore Airlines Group Pesan 1.000 Ton Bahan Bakar Berkelanjutan dari Neste

Whats New
10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

10 Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat HP Antiribet

Spend Smart
Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Cara Transfer Pulsa Telkomsel dan Biayanya

Spend Smart
Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Pertamina Tegaskan Tetap Salurkan Pertalite kepada Masyarakat

Whats New
Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Jumlah Kantor Cabang Bank Menyusut pada Awal 2024

Whats New
Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Viral Video Pejabat Kemenhub Ajak Youtuber Korea ke Hotel, Menhub Minta Kasus Diusut

Whats New
Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Pengertian Ilmu Ekonomi Menurut Para Ahli dan Pembagiannya

Earn Smart
Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Apa yang Dimaksud dengan Persamaan Dasar Akuntansi?

Earn Smart
Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com