Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Ragukan Surplus Produksi Beras RI, Kementan Berkilah

Kompas.com - 08/05/2016, 16:12 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya mendongkrak produksi padi agar mencapai hasil maksimal, bahkan surplus.

Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret 2016 merilis angka sementara produksi padi 2015 sebesar 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 6,37 persen dibandingkan 2014, atau surplus dari target.

Namun, surplus beras ini dipertanyakan oleh analis kemiskinan Bank Dunia, Maria Monica Wihardja. Menurut lembaga tersebut, apabila produksi beras surplus, harga beras seharusnya bisa stabil.

Dia mengungkapkan, ada beberapa kebijakan yang dinilai tak manjur dalam mengendalikan harga dan menjaga stok beras di dalam negeri

"Ada dampak psikologis, apalagi di bulan Januari perlu ada stok (Bulog) yang cukup tinggi. Ditambah stok tipis dan pemerintah mengeluarkan sentimen anti impor, maka pedagang sudah tahu bahwa harga akan naik, makanya ditimbun," kata Maria baru-baru ini.

Maria mengungkapkan, persoalan lainnya yakni terlambatnya keputusan impor beras. Menurutnya, selama bisa diatur dengan perencanaan yang baik, beras impor tidak akan merusak harga di tingkat petani.

Bahkan, beras bisa disimpan di negara eksportir dan bisa didatangkan kapan saja sesuai kesepakatan.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, Suwandi mengatakan, validitas data produksi dapat dicek dari survei Sucofindo dan survei Badan Pusat Statistik (BPS).

Yakni stok beras sebanyak 8 hingga 10 juta ton tersebar di Bulog dan masyarakat.

Rincian hasil survei tersebut yaitu stok di produsen sebanyak 64 persen hingga 81 persen, di pengilingan dan pedagang 9 persen hingga 24 persen, dan di konsumen 9 persen hingga 11 persen.

"Stok beras berfluktuasi antar-ruang dan waktu, terutama saat musim panen dan paceklik, serta antar wilayah 16 provinsi sentra dan non sentra padi," kata Suwandi.

Stok beras di Bulog pada Februari 2016 sebanyak 1,4 juta ton dan April 2016 mendekati 2 juta ton.

Suwandi menambahkan, keberadaan stok di produsen pun terkonfirmasi dengan data Sensus Pertanian BPS 2013 yang menyebutkan dari 14,3 juta rumah tangga petani padi, terdapat 37,6 persen petani yang tidak menjual gabah/beras hasil padinya.

Gabah maupun beras tersebut biasanya untuk disimpan dan konsumsi sendiri. Adapun 54,9 persen menjual sebagian hasilnya, dan sisanya 7,6 persen menjual seluruh hasil usahanya.

Untuk itu, Suwandi menilai pernyataan Bank Dunia membuat publik menduga-duga, di antaranya kemungkinan itu pendapat pribadi dan bukan rilis resmi Bank Dunia, karena terlihat analisis dan argumentasinya kurang tepat.

Selain itu, tidak mungkin Bank Dunia menyarankan Indonesia impor beras di saat beras mencukupi.

"Impor beras hanya akan menguras devisa dan menyengsarakan petani," tegas Suwandi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com