Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Menkeu tentang Kebangkitan Koperasi yang Masih Sekadar Jargon

Kompas.com - 03/06/2016, 18:41 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional makin menjadi sebatas jargon.

Setidaknya demikian menurut pandangan Menteri Keuangan Bambang PS Bordjonegoro melihat makin dominannya peran swasta dalam perekonomian nasional.

“Koperasi selalu diinginkan untuk menjadi sokoguru perekonomian nasional, menjadi ajang paling tepat bagi masyarakat Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam perekonomian Indonesia,” kata Bambang dalam sambutan ‘RAT Kopelindo dan Penandatanganan Kerjasama IIF dan Kopelindo Infrastruktur’ di Jakarta, Jumat (3/6/2016).

“Namun kita juga menyadari dalam perkembangannya, ekonomi kita juga akhirnya lebih diwarnai oleh praktik yang umum dilakukan negara lain, negara yang pada dasarnya bertumpu pada partisipasi sektor swasta,”sambung Bambang.

Menurut Bambang, ini adalah pekerjaan rumah bersama. Kementerian Koperasi dan UKM seharusnya bisa lebih mendiseminasikan best-practice koperasi yang berhasil menjadi koperasi besar di Indonesia, agar bisa memacu koperasi-koperasi lain.

Selain publikasi yang massif, Bambang juga memberikan masukan, agar manajemen koperasi juga diperbaiki.

Sehingga dengan begitu, persepsi masyarakat terhadap koperasi bisa berubah. Koperasi bakal dipandang sebagai lembaga yang tidak kalah profesional dibandingkan bentuk usaha lain, semisal Perseroan Terbatas.

“Kuncinya manajemen. Kalau manajemen itu dibatasi dan sekadar ada pengurus, maka ya ujungnya ya asal selamat. Jangan sampai koperasinya tutup, atau kena semprit dari Kementerian Koperasi dan UKM. Inilah pola pikir yang harus diubah dulu,” tutur Bambang.

Lebih lanjut dia bilang, mewujudkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional perlu adanya modifikasi pelajaran koperasi yang diberikan sejak bangku sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi.

Bambang pun menceritakan pada saat duduk di bangku SMA, dirinya mendapat pelajaran ekonomi dan sebagian tentang koperasi.

Begitu juga pada saat duduk di bangku perguruan tinggi, khususnya Fakultas Ekonomi, dirinya juga mengambil mata kuliah koperasi.

“Tetapi yang saya dapat di SMA maupun universitas, yang diajarkan adalah sejarah koperasi. Koperasi itu pertama kali di mana? Di Jerman kalau enggak salah. Raiffeissen salah satu pelopornya,” lagi-lagi ucapan Bambang membuat riuh seisi ruangan.

Selebihnya, pelajaran tentang koperasi justru sibuk menjelaskan prinsip-prinsip koperasi, kebersamaan, kekeluargaan, dan perbedaannya dengan Perseroan Terbatas.

Akan tetapi Bambang merasa, dalam mata kuliah koperasi tidak diberikan motivasi yang cukup kepada mahasiswa.

“Karena bagi saya yang namanya sejarah, yang penting lulus. Jadi ya saya hafalin saja sejarah koperasi itu. Enggak susah. Tapi kan bukan itu yang paling penting,” imbuh Bambang.

Justru yang penting dan hilang dari ruhnya mata kuliah koperasi adalah bagaimana koperasi yang juga bisa besar seperti PT.

Bambang pun mencontohkan kisah sukses koperasi dunia yang bisa menjadi besar di bisnis perbankan, yaitu Rabobank.

“Menurut saya, Kemenkop dan UKM bisa bekerjasama dengan Kemenristekdikti khususnya yang memegang kurikulum Fakultas Ekonomi, bisa dimodifikasi, dan mahasiswa bisa dibuat dekat dengan kenyataan. Mungkin tentang sejarah koperasi cukup satu kali pertemuan,” pungkas Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com