Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Sarankan Susi Pakai Satelit untuk Pantau Pencurian Ikan

Kompas.com - 15/06/2016, 14:15 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR RI Mahfudz Siddiq meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk membatalkan niatnya membeli 6 pesawat pengawas perikanan.

Untuk memantau kapal luar yang menerobos wilayah laut Indonesia dan mencuri ikan, Mahfudz menyarankan Susi untuk menggunakan satelit.

Menurut dia, untuk tugas surveillance pencurian ikan menggunakan pesawat saat ini tidak effektif karena sudah ada teknologi satelit yang bisa dimanfaatkan untuk memantau laut.

"Jadi kalau mau surveillance tidak perlu dengan pesawat yang biayanya tinggi," kata Mahfudz di Jakarta, Rabu (15/6/2016).

Mahfudz melihat Susi hanya menghitung besaran anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan pesawat-pesawat tersebut.

Padahal, untuk bisa mengoperasikan pesawat itu membutuhkan komponen-komponen biaya lainnya seperti pelatihan SDM dalam hal ini pilot, biaya sewa tempat, dan biaya operasional lainnya.

TNI saja yang sudah memiliki pangkalan serta pilot yang terlatih, tambah dia, tidak sanggup melakukan tugas tersebut.

"Cost perawatannya tinggi sekali. Kalau tetap dipaksakan, patut dipertanyakan ada apa dengan niat Susi ini,” tambah mantan Ketua Komisi I ini.

Mahfudz pun khawatir jika program pengadaan pesawat ini direalisasikan, maka akan timbul lagi tumpang tindih dengan lembaga lainnya seperti Badan Keamanan Laut yang memang memiliki tugas seperti halnya coast guard di negara-negara lainnya.

“Jika Susi memaksakan membeli pesawat itu juga melanggar tupoksi Kementrian  KKP karena tugas mengontrol laut bukan menjadi tugas KKP. Tugas KKP itu adalah bagaimana mengembangkan sumber daya laut dan perikanan,” ujarnya.

Daripada membeli pesawat pengawas, Mahfudz pun meminta Susi untuk menggunakan anggaran yang ada untuk program pemberdayaan nelayan.

Mahfudz menyarankan agar niat Susi lebih baik dibatalkan dan dialihkan untuk program pemberdayaan nelayan, sebab saat ini hidupnya susah karena berbagai kebijakan menteri kelautan dan perikanan yang tidak berpihak pada nelayan.

"Menteri melarang nelayan menggunakan jenis pukat tertentu, tapi tidak membantu nelayan mendapatkan jenis pukat yang diizinkan,” ujar Mahfudz.

Pembelaan Susi

Susi memaparkan rincian perhitungannya soal penggunaan enam pesawat patroli. Hasilnya, penggunaan pesawat patroli justru menghasilkan penghematan hingga Rp 500 miliar per tahun.

"Kenapa saya ingin lakukan (patroli) dengan pesawat? Kita sebenarnya sudah kerja sama dengan AU. Tempo hari mereka pakai Boeing untuk pengawasan," kata Susi dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

"Cuma, Boeing untuk survei kalau malam butuh 180.000 liter BBM. Itu (180.000 liter) bisa kita pakai satu tahun untuk enam pesawat kecil kita. Jadi, cost jauh berbeda."

Susi menuturkan, saat ini ada 16 kapal pengawas perikanan dengan konsumsi BBM rata-rata yakni 1.190 liter per jam, dan kecepatan maksimalnya hanya 20 knot. Sementara pesawat patroli hanya membutuhkan 362 liter per jam dengan kecepatan mencapai 200 knot.

Lebih jauh dia menjelaskan, untuk menjangkau wilayah operasi hingga 1.000 nautical miles (1.852 kilometer), kapal laut membutuhkan waktu hingga 50 jam. Sedangkan pesawat patroli jenis propeler hanya membutuhkan waktu lima jam.

Kompas TV Tantangan yang Dihadapi Menteri Susi- Satu Meja Eps 138 Bagian 2

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com