JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menyatakan, Indonesia tidak akan mengalami dampak signifikan maupun dampak langsung keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Pasalnya, kegiatan perdagangan dan investasi antara Inggris dengan Indonesia tidak besar. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, ekspor Indonesia ke Inggris maupun Uni Eropa tidak besar.
Total ekspor Indonesia ke Uni Eropa hanya 11 persen termasuk Inggris, bahkan hanya kurang dari 2 persen ekspor ke Inggris.
"Sehingga memang dampak langsung terhadap ekspor kita tidak terlalu besar. Ekspor kita kebanyakan komoditas dan lebih banyak ke China. Dampaknya pun tidak secara langsung," kata Perry kepada wartawan di kantornya, Rabu (29/6/2016).
Selain itu, sumber ekspor Indonesia sudah minus. Perry menjelaskan, saat ini sumber pertumbuhan ekonomi dari dalam negeri, seperti konsumsi domestik, konsumsi swasta dan pemerintah, serta investasi swasta dan pemerintah.
Di samping itu, dari jalur investasi, Perry pun menyatakan porsi investasi Inggris ke Indonesia masih sedikit. Inggris, kata dia, menempati urutan sepuluh penanaman modal asing (PMA) di Indonesia sehingga jumlahnya tidak besar.
"Jumlahnya tidak terlalu besar. Eropa yang besar itu Jerman, Belanda, dan Italia. PMA lebih banyak Asia dan AS. Dampak terhadap investasi tidak terlalu besar," jelas Perry.
Adapun gejolak yang terjadi di pasar beberapa waktu lalu diakui Perry disebabkan pasar terkejut dan kaget atas hasil referendum di Inggris. Belakangan kondisi pasar pun sudah berangsur membaik.